Rabu, 19 September 2007


Sorot/Domuara Ambarita

Rentenir, Satolop, Yunus dan BNI
PEKAN lalu, seorang kerabat menelepon saya. Dia mengabarkan dua hal. Pertama, baru saja ia menikah, dan kedua, memutuskan meninggalkan pekerjaan lama sebagai bank berjalan. Rentenir. Ia menjalankan uang milik satu koperasi simpan pinjam di Pasar Parung, Kabupaten Bogor. Sekarang ia membuka usaha sendiri di bidang yang sama, menggandakan uang kepada para pedagang di pasar tradisional dan di sekitarnya.

"Om, bolehkah saya minta bantuan? Saya belum punya KK di Parung, KTP di sini pun nggak ada. Saya butuh sepeda motor supaya pergerakan lebih cepat. Nasabah saya sudah mulai banyak, sampai kewalahan menagih. Selama sebulan ini saya terpaksa jalan kaki. Mumpung belum Lebaran, saya ingin kredit motor, tapi dealer tidak percaya karena nggak punya KK dan KTP. Jadi sebagai jaminan, saya mau minta bantuan om."

Esok paginya, kami bertemu. Sambil menyeruput segelas teh, tamu saya seakan mempresentasikan prospektus usaha rentenir yang dia jalankan. "Dari pengalaman memutar uang, saya berpikir hanya usaha sangat baik. Coba bayangkan, kalau nasabah pinjam 300 ribu, dia hanya dapat 270 ribu. 30 ribu dipotong untuk biaya administrasi dan tabungan koperasi. Lalu saya akan tagihan setiap hari, dan harus lunas dalam 30 hari menjadi 360 ribu. Saya dapat 90 ribu. Berarti bunganya 30 persen dalam sebulan," kata dia.

Batin saya geram. "Kok masih ada biaya administrasi untuk koperasi? Lho, katanya usaha sendiri, bukan koperasi?" Ia menjawab, "Yah, ini sekadar mengikuti permainan pasar. Saya bisa saja memberi dana bulat, tanpa dipotong, tapi kalau ketahuan koperasi lain, saya akan dihabisi. Itu sudah mekanisme pasar." "Mekanisme pasar?" kataku sembari terangguk-angguk, lalu beranjak ke dealer motor. Dia memilih motor bebek warna hitam, dan besoknya endrayen.

Saya seketika teringat protes para ulama yang diwadahi MUI Cianjur, sehingga memutuskan fatwa haram pada rentenir sehingga masyarakat dilarang meminjami uang. Di sisi lain, saya coba membolak-balik pikiran sembari mencari tahu jawaban mengapa begitu. Adakah andil tingginya suku bunga yang disertai sulitnya prosedur mengakses kredit perbankan?

Pertanyaan lainnya, mengapa seorang Muhammad Yunus sukses menghadirkan bank untuk para kaum papadi Bangladesh. Grameen Bank yang dirintisnya tahun 1976 berhasil mengantarkan Yunus meraih Nobel Perdamaian 30 tahun kemudian.

Jika nasihat "jangan melawan arus" yang berseliweran mengintimidasi kita, M Yunus dari negeri seberang, dan Hosman Hutabalian dari Siborongborong, Sumatera Utara seakan tidak peduli dengan itu. Mereka melawan arus global, saat lembaga keuangan hanya mau mengucurkan kredit kepada nasabah yang bankabel, yakni bonafide, asset, dan casflow lancar.

Yunus mengucurkan kredit pada rakyat miskin, sehingga dia disebut banker of the poor. Ada pun Hutabalian mengelola Koperasi Credit Union Satolop kepada para petani bermodal cekak. Bermodal kepercayaan Koperasi Natolop beroperasi 31 tahun. Kini memutar dana total 15 miliar lebih pada 4.700 anggota dengan beban bunga hanya 3 persen, hanya sepertujuh bunga bank.

Andai industri perbankan mengubah paradigma, membuat program melawan arus, tentu saja para nasabah disenangkan. Andai beban kredit ringan, prosedur serta syarat meminjam dipermudah, tentu nasabah tak perlu ulama turun tangan membasmi rentenir. Sebab sesuai hukum pasar, dia akan bangkrut dengan sendirinya karena tidak laku.

Baru-baru ini satu bank nasional, yakni PT (Persero) Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk melakukan langkah strategis, privatisasi. Bank BUMN ini melakukan secondary offering disusul right issue ke lantai bursa dengan total 3,9 miliar lembar saham dan meraup dana lebih 8,1 triliun.

Selain menutupi utang jangka pendek, dana itu sangat berati bagi usahawan kecil dan menengah di pasar-pasar tradisional dan pedesaan. BNI punya peluang mengisi pasar ini, sebab BRI sudah mulai meninggalkannya dan menggarap segmen konsumer perkotaan. Jika BNI masuk, maka Danamon mempunyai mitra untuk meraup untung melalui fitur Dana Simpan Pinjamnya di pasar-pasar.

Sekali lagi melawan arus. Bank umum mesti berani beda. Mumpu bank-bank asing belum merambah ke desa-desa, iilah saatnya bank BUMN segera bergiat diri. Memang berisiko. Namun jika framenya selalu mendahulukan nasabah corporat dengan plafon kredit triliunan rupiah dan dalam tenor pendek, celakalah usahawan kecil. Padahal semua tahu, UKM lah sektor usaha yang terbukti kebal dihajar krismon.

Dan kalau pelaku usaha UKM membandal, kreditnya macet, rasanya mereka tidak akan punya dana kabur ke lura negeri apalagi bersembunyi di negara lain, beralih kewarganegaraan seperti dilakukan para debitor BLBI yang bandel. Lagi pula, dana untuk seorang debitor kakap bisa disebar ke 1.000 UKM. Andai 10 persen yang gagal (dua kali lipat dari batas normal NPL)

sesuai, masih ada 900 pengusaha yang sukses ganda: sukses menciptakan lowongan kerja, dan sukses pula mengembalikan pinjaman ke bank. Semoga perbankan berani melawan arus, beralih memberi kredit kepada nasabah miskin dan UKM. (*) Sorot Tribun Jabar, 20/09/2007

3 komentar:

HAPPY RASTA LITTLE BORNEO mengatakan...

allow bang, pa kbr neh?
jd orang sukses ga ingat lagi ma banjarmasin ya...
heheheheheheee...
kpn main ke Banjarmasin?
memantau perkembangan kota dan gereja katolik yg semakin hari terhimpit oleh kepentingan penguasa, mo bangun gereja aza byk di demo masyarakat...
masih katolik kn bang?
soalnya byk orang kita yg sdh lupa dengan iman akan Kristus.
semoga engkau tidak..
hahahahahaha//....

from: Robertus Happy Bima Saputra

HAPPY RASTA LITTLE BORNEO mengatakan...

allow bang, pa kbr neh?
jd orang sukses ga ingat lagi ma banjarmasin ya...
heheheheheheee...
kpn main ke Banjarmasin?
memantau perkembangan kota dan gereja katolik yg semakin hari terhimpit oleh kepentingan penguasa, mo bangun gereja aza byk di demo masyarakat...
masih katolik kn bang?
soalnya byk orang kita yg sdh lupa dengan iman akan Kristus.
semoga engkau tidak..
hahahahahaha//....

from: Robertus Happy Bima Saputra

HAPPY RASTA LITTLE BORNEO mengatakan...

allow bang, pa kbr neh?
jd orang sukses ga ingat lagi ma banjarmasin ya...
heheheheheheee...
kpn main ke Banjarmasin?
memantau perkembangan kota dan gereja katolik yg semakin hari terhimpit oleh kepentingan penguasa, mo bangun gereja aza byk di demo masyarakat...
masih katolik kn bang?
soalnya byk orang kita yg sdh lupa dengan iman akan Kristus.
semoga engkau tidak..
hahahahahaha//....

from: Robertus Happy Bima Saputra