Minggu, 21 Desember 2008

Tumor Sebesar Anggur Bersarang di Batang Otak Tiara

* Anak 2 Tahun Lumpuh karena Tumor Otak

LUCU, dan aktif. Ngoceh banyak, berjalan lincah, berbicara lancar dan bahkan bernyanyi pintar, jauh di atas anak-anak seusianya. Itulah Tiara Ariani, bayi di bawah usia tiga tahun. Senin (22/12) ini usianya genap 2 tahun 4 bulan. "Orang-orang bilang, untuk seusia anak saya, dia termasuk sangat aktif," kata Feni Juliana, ibunda Tiara Ariani kepada Persda Network, Minggu (21/12).

"Saya sedih, tiba-tiba anak saya abnormal. Kaki kiri dan tangan kiri tidak bisa bergerak. Mulut tidak bisa bicara, makan pun harus lewat selang. Anak saya kok tiba-tiba seperti terkena stroke," ujar Muhammad Yani, ayah sang bayi.

Ya, Tiara Ariani memang batita yang lucu dan aktif. Saking aktifnya, dan perkembangan berjalan cepat, anak tunggal pasangan Yani dan Feni lebih dini langsung dimasukkan sekolah bermain (Play Grup) dekat rumah kontrakan mereka di Komplek Walikota Blok C-8 No 1, Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat.

Namun kelucuan dan keaktifan Tiara terancam hilang. Ibu dan ayahnya yang sering tertawa terbahak-bahak oleh omongan lucu si anak, saat ini justru dirundung duka lara nesatapa. Sekarang Tiara hanya tergolek lemah di rumah sakit. Dia tidak dapat makan normal melalui mulut. Pun tidak mampu berbicara. Tiara dirawat di kamar 757 RS Siloam, Karawaci, Banten.

Anak semata wayang mereka sedang terbaring lemah di rumah sakit. Bukan penyakit ringan semacam diare, flu-pilek, atau demam berdarah sekalipun.

"Anak saya divonis mengidap tumor pada otak, dan harus dioperasi dalam waktu cepat," ujar Yani yang tak kuasa menahan tangis mengisahkan derita yang dihadapi bayi seusia Tiara. Feni, ibu Tiara, mengimbuhkan, "Kalau dia mau minta sesuatu, dia hanya bisa menunjuk, sambil menangis. Sedih saya melihat."

Keluhan Tiara menurut Kepala Neuro Science Center RS Siloam dr Eka Julianta Wahjoepramono, tiba-tiba lemah kedua lengan dan tungkai yang membuatnya tergeletak lumpuh, susah menelan, mata terganggu, dan bernafas sulit. "MRI tampak tumor batang otak sebesar buah anggur, berdarah. Diagnosa penyakit ini sangat langka pada anak seusia itu, yakni cavernoma batang otak yang mengalami bleeding," ujar Eka.

Tahun 2001 dr Eka yang juga pendiri Yayasan Otak Indonesia, tahun 2001, pernah menangani kasus serupa yang menimpa Ardiansyah, pemuda yatim piatu asal Cilegon, Banten. Sewaktu datang, Ardiansyah dalam kondisi kritis. Dia terancam lumpuh, buta dan napasnya putus. Penyakitnya bukan penyakit biasa, melainkan masih sangat langka yakni tumur bersarang di batang otak.

** *
Butuh Dana
Tiara menunggu operasi. Sayangnya, pihak keluarga tidak memiliki dana yang cukup. Ibu dan ayahnya sama-sama tenaga pemasaran. Muhammad Yani, ayahnya, sales perusahaan rokok, dan dan Feni pada toko buku. "Kami tidak memiliki mampu menyediakan untuk operasi dan kamar saya yang mencapai Rp 50 juta," kata Muhammad Yani.

Selama seminggu perawatan di satu RS di kawasan Ciledug saja, Yani-Feni telah mengeluarkan biaya lebih dari Rp 5 juta. Ditambahn biaya MRI otak sebesar Rp 2 juta.

Tiara dipastikan mengidap tumor otak. Setelah melalui proses Ctscan dan MRI, Satbu (20/12). Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ manusia dengan meng-gunakan medan magnet. Ada pun Computed Tomography Scanner (CT scan). MRI menggunakan magnit , dan CT scan menggunakan sinar X. Pemeriksaan MRI dan CT scan saling melengkapi.

Tim bedah yang akan mengoperasi Tiara, dr Julius July SpBS, juga mengatakan keluarga tidak memiliki dana. "Kami ada pasien anak-anak yang butuh bantuan dana. Dia mengidap tumor jinak batang otak. Potensial bisa di tolong. Kami rencanakan untuk pembedahan baginya. Mohon bantuan dana," kata dr Julius July, salah satu tim dokter yang akan menangani operasi Tiara.

Feni, ibunda Tiara Ariani tak dapat menahan tangis saat berbicara per telepon dengan Persda Network. Dia berharap, ada pihak-pihak yang bersedia membantu untuk operasi anak tunggal mereka.

"Saya sangat berahrap semoga anak kami lekas sembuh. Semoga bisa sembuh dan normal lagi seprti semula, bisa berjalan dan bicara, bercanda normal," pinta dia penuh harap.

Feni menuturkan sebagai anak aktif, memang Tiara sering terjatuh saat bermain. Tetapi tidak sampai kepala terbentur akibat terjatuh. Karena itu, menurut dia, penyakit pada otak anaknya bukan karena kelalaian orang tua atau perawatan. "Menurut dokter tidak kaitannya dengan terbentur, melainkan tumor ini bawaan lahir," ujar Feni. (Persda Network/domuara damianus ambarita)

[+/-] Selengkapnya...

Suku Bunga BI Rate Ideal 8,5 Persen
* Agar Usaha Sektor Riil Bergerak
* Deflasi Alasan Pendorong Cukup Kuat

JAKARTA,
Pelaku usaha di sektor riil, yang juga Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang meminta Bank Indonesia (BI) segera menurunkan suku bunga acuan atau BI rate secara signifikan. Suku bunga perbankan yang rendah sangat diharapkan merangsang pergerakan usaha, dan pertumbuhan ekonomi nasional serta meredam angka PHK menghadapi krisis finansial global.

Penurunan suku bunga juga perlu karena negara-negara di dunia cenderung menurunkan suku bunga perbankan. Seperti dilakukan bank sentral AS, The Federal Reserve, pekan lalu menurunkan suku bunga pada level mendekati O persen, yakni di bawah 0,25 persen. Sedangkan BI rate berada pada level 9,25 persen, dan termasuk tertinggi di dunia.

Franky, sapaan Franciscus Welirang, menyarankan pemerintah jangan terlalu cemas pada tingkat inflasi. Sebab menurut dia, saat ini telah terjadi penurunan harga (deflasi).

"Inflasi selalu terkait dengan suku bunga bank. Menurut saya pemerintah terlalu takut pada inflasi, padahal sudah terjadi deflasi," ujar Franky dalam diskusi dengan wartawan di kawasan. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.

Bukti telah terjadi deflasi, harga komoditas biji palstik dan minyak mentah turun tajam di pasaran internasional. Harga komoditas jagung turun, kedelai turun, karet turun, sebentar lagi harga ban mobil juga turun. "Sebutkan satu persatu komoditas, semua harga turun antara 60-70 persen," kata Franky.

Dengan terjadinya deflasi, tak ada alasan mempertahankan suku bunga tinggi. "Mestinya suku bunga turun untuk merangsang perekonomian dan sektor riil. Ini yang dilakukan BI hanya kecil-kecilan, 25 basis poin. BI kenapa takut, idealnya suku bunga berada pada 8,5 persen," katanya.

Dengan suku bunga acuan yang rendah, maka suku bunga pinjaman perbankan pun rendah sehingga tidak membebani pengusaha atau masyarakat. Apabila usaha terutama sektor riil yang menyerap banyak pekerja tetap bertahan, maka laju pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat krisis finansial global dapat diredam.

TARIK INVESTOR
Franky mengemukakan, penurunan suku bunga sangat penting untuk menhadang laju dampak krisi finansial global. Saat ekonomi dunia guncang, pemerintah harus cepat menggerakkan sektor riil.

Dengan bergeraknya ekonomi nasional, maka dengan sendirinya, investor asing akan masuk.

"Uang asing datang hanya pada saat ekonomi kita baik. Dan itu bisa ketika ekonomi dalam negeri positif. Saat krisis, biasanyan usaha keil dan menengah (UKM) meningkat dan tumbuh menggeliat. "Kunci yang penting adalah kebijakan yang signifikan," kata Franky.

Kendati mendesak BI menurunkan suku bunga perbankan, dia memahami kalau Boediono memiliki pertimbangan tertentu untuk mematok suku bunga.

Antara lain, mungkin pertimbangan adanya depresiasi kurs dolar terhadap rupiah. Namun, betapun ada depresiasi kurs dolar terhadap rupiah, tidak cukup alasan BI mempertahankan suku bunga tinggi, karena penurunan harga jauh lebih besar dibandingkan kenaikan kurs valuta asing. (Persda Network/Domu Damianus Ambarita)

[+/-] Selengkapnya...

Kamis, 18 Desember 2008

Kutahu Jalan Terjal, tetapi...



* Sisi Terang di Balik Krisis Finansial Global

Gusar. Khawatir. Waswas. Cemas. Takut. Sejumlah kata dan padanan kata di depan kadang kala menghampiri setiap orang. Ya, Gusar. Khawatir. Waswas. Cemas. Takut. Sangat manusiawi. Seperti sifat lainnya, lapar dan kenyang, sedih dan gembira, tangis dan tawa, benci dan cinta, dan sebagainya.

Akhir-akhir ini saya, anda san tentu sebagian rakyat Indonesia dapat gembira dan tertawa sebab pemerintah meringankan beban 'relatif' mereka lewat penurunan harga bahan bakar minya (BBM) yang disbeut subsidi jenis premium atau bensin dan minyak solar. Bensin turun harga dua kali, yakni tanggal 1 dan 15 Desmeber 2008 masing-masing Rp 500, dari semula Rp 6.000 menjadi Rp 5.000/liter. Harga solar turun dari Rp 5.500 menjadi Rp 4.800/liter.

Penurunan harga BBM akibat menurunkan permintaan akan energi adalah hikmah di balik krisis. Harga minyak mentah anjlok, di bawah 45 dolar per barel, hanya seperti dari harga gila-gilaan yang mencapai hampir 140 dolar per barel, Mei 2008, adalah sisi terang di balik kegelapan dunia usaha terutama ekspor-impor, tahun ini.

Masyarakat yang terkena dampak langsung misal pengguna sepeda motor, pemilik mobil, nelayan dan pengguna mesin berbahan bakar bensin dan solar tertawa karena beban sedikit berkurang. Sekali lagi, hanya sedikit berkurang.

Saya misalnya, jika sebelumnya mengeluarkan 18 ribu untuk dua kali (PP) Depok-Palmerah, atau empat kali perjalanan, untuk si irit, Supra Fit, sekarang berkurang Rp 3.000 atau 16,7 persen. Jadi dalam dua hari saya dapat menghemat Rp 3.000, bila 26 hari kerja, berhemat kurang lebih Rp 39 ribu. Pengguna kendaraan bermotong lainnya pun merasakan kegembiraan seurapa saya. Dalam hal ini, pasti.

Senang dan tawa itu sayang hanya sementara. Sekejap saja. Beban hidup lain sedang menggelayut bak awan gelap pembawa badai. Pekan-pekan ini, berita bernada ancaman, mengkhawatirkan muncul dengan kunatiatas dan kualtias tinggi menghampiri pintu informasi kita entah melalui koran, portal, radio atau tivi.



Krisis finansial global yang bermula dari Amrik, sana diperkirakan akan terus bergerak menyapu seperti dahsyatnya tsunami di Aceh tahun 2004. Krisin finansial global yang akan menimbulkan semakin banyak orang kehilangan pekerjaan akibat terkena putusan hubungan kerja, menambah pengangguran, jumlah kemiskinan dan serentetan dampak ikutannya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) baru-baru ini mengingatkan permitnah segera mengambil langkah antisipatif dengan meningkatkan spending of goverment pada sektor infrastruktur yang padat karya, serta meminta buruh untuk tidak macam-macam mempersoalkan UMR. Sebab jika salah, jumlah penganggur baru akibat PHK sangat bisa menyamai rekor tahun 1997-1998 yang mencapai 2 juta jiwa.

Belanda Depok, eh PHK bukan lagi jauh. Dia sudah dekat, bahkan sudha tiba dan menyusup ke rumah-rumah masayrakat. PHK sudah terjadi. Banyak perusahaan, terutama yang berorientasi ekspor telah merumahkan pekerjanya. Bukan saja dalam negri, juga pekerja kita yang diekspor ke luar negrei, yakni para TKI.

Hari ini, Kamis (18/12/2008) Harian KONTAN mengatakan, pemrintah mengakui ada 250 ribu TKI yang terkena PHK. Dan diperkirakan 300 ribu TKI di Malaysia akan kehilangan pekerjaan, ratusan orang TKI di Korea Selatan dan Jepang pun sudah kehilangan kontrak.

Fakta-fakta inilah yang membuat kegembiraan dan tawa tadi sirna ditelan angin. Tawa hanya sebentar, dan tenggelam di tengah impitan ekonomi, merosotnya harapan hidup, meningginya gangguan kesehatan-kejiwaan yang ditandai angka bunuh diri makin deras bertambah, dan meningkatnya angka kejahatan sosial-kriminalitas.

Lebih banyak fenomenan, tanda-tanda zaman dan atau fakta yang justru membuat hidup gusar, khawatir, waswas, cemas dan takut.

***
Saya pribadi termasuk sempat terlena, membiarkan diri hanyut dan terombang-ambing dalam lautan kegusaran, kekhawatiran, kewaswasan, kecemasan, dan ketakutan. Entah mengapa, saya yang biasa optimistis, sempat hampir tenggelam dalam sikap pesimistis dan takut yang teramat dalam.

Semua hal-hal menakutkan itu muncul, karena mungkin saya terlalu menghati peran selaku wartawan. Saya bukan lagi sekadar menulis berita sesuai fakta atau pendapat orang lain, malah menginternalisasi pada diri saya sendiri. "Wah, kalau terjadi PHK jutaan orang, dan perekonomian nasional surut, jangan harap dapat menikmati ketenangan dan kesenangan paripurna: kecuali koruptor, maling, dan sejenis."

Kecemasan pun muncul karena masih banyak beban dan tanggungan, sementara dalwam waktu dekat mulai menyekolahkan anak, menyiapkan biaya persalinan untuk istri yang sudah pasti akan menempuh caesar. Pancuran banyak, tetapi hanya satu sumber mata air.

Untunglah pekan lalu, seroang sahat dan guru saya, motivator ulung, Grand Dynno Cressbon mengingatkan saya agar menatap jauh ke depan, dengan tidak terlalu mencemaskan hidup. Jangan terlalu takut. Jangan lebih banyak mengurusi dan memikirkan hal-hal kecil, sebab bisa gila.

Kala hatimu kacau dan badanmu lela karena melakukan pekerjaan dengan banting tulang tetapi hasilnya tidak berbandaing lurus, atau dengan bahasa eknomi, lebih besar pasak dari tiang, janganlah lantas menyalahkan Tuhan. Justru lebih banyak berdoa, dan beramal.

Menurutnya, berdoa yang baik bukan di rumah tetapi di temapt ibadat: gereja, masjid, pura, kuil, kelenteng dan lain sebainya, sesuai dengan agama masing-masing. Mengapa, sebab beribadat sekaligus beramal. Ya, karena memang saat ke gereja, misalnya, biasanya umat menyumbangkan persembahan: berapa pun besar kecilnya.

***
BAGI kaum sufistik, juga kalangan developmentalis, atau optimistis, gusar, khawatir, waswas, cemas dan takut adalah musuh. Lawan besar yang harus terlebih dahulu ditumbangkan agar kata- kata sukses, berhasil, maju, kaya, hebat, luar biasa dan tepuk tangan pun menyusul datang.

Seorang guru spiritual saya, Mgr FX Prajasuta MSF mengatakan, "janganlah takut. Sebab takut adalah nasihat paling jahat." "Janganlah takut?" Kataku dalam hati, "Bagaimana caranya?"

Josua pun berkata kepada para perwiranya, "Jangan cemas dan jangan takut. Hendaklah kalian yakin dan berani..."

Mengutip Bruder Martinus mengenai Providentia Dei (penyelenggaraan illahi) yang digambarkannya sebagai misteri Allah, yaitu ada hal-hal atau kejadian-kejadian dalam hidup manusia yang tidak bisa dimengerti, dipahami dan ditangkap oleh akal budi manusia.

Manusia, selaku ciptaan mempunyai kebaikan dan kesempurnaannya sendiri. Namun ia tidak keluar dari tangan Pencipta dalam keadaan benar-benar selesai. Ia diciptakan demikian bahwa ia masih "di tengah jalan" (in statu viae) menuju kesempurnaan terakhir yang baru akan tercapai, yang dipikirkan Allah baginya.

Dengan dan melalui penyelenggaran Ilahi ini, Allah menghantar ciptaan-Nya menuju penyelesaian itu. "Allah melindungi dan mengatur melalui penyelenggaraan-Nya, segala sesuatu yang diciptakan..."

Peranan kita dalam penyelenggaraan Ilahi yang mutlak, manusia tidak memiliki kuasa untuk mengubah atau terlibat di dalamnya. Seperti kelahiran dan kematian. Kelahiran merupakan panggilan awal dari Allah bagi manusia untuk menjalankan rencanaNya. Dikatakan penyelenggaraan Allah yang mutlak karena manusia tidak bisa memilih/meminta.

Apakah lalu ada penyelenggaraan yang tidak mutlak? Kiranya dapat dikatakan penyelenggaraan relatif. Penyelenggaraan relatif adalah jalan hidup manusia dimana manusia masih bisa terlibat di dalamnya dengan usaha dan perjuangan hidup. Misalnya: rejeki, jodoh, sakit, dsb.

* * *
Dengan merefleksikan kembali keberadaanku hanyalah selaku ciptaan, bukan pencipta, maka saya coba merenung sembari menundukkan kepala: Saya ini hanyalah manusia biasa, terjadilah padaku menurut kehendakMu.

Saya memang dapat merancang banyak desain hidup yang megah dan kokoh, tetapi jika Engkau berkehendak, semua itu hanyalah bak rumah berfondasi pasir. Saya memang boleh merencanakan banyak siasat, strategi, pekerjaan, dan persiapan, tetapi Engkaulah Ilahi Hakim Agung yang memutus setiap perkara dengan Adil.

Berkat Penyelenggaraan Illahi, semoga kegusaran, kecemasan, kewas-wasan, dan ketakutanku berubah menjadi sebuah semangat menggebu menuju sukses dan kejayaan. Semangat berani melibas ketakutan kemudian mengkreasi energi positif pembangkit mesin jiwa-sukma-raga- rohku menumpas tuntas energi negatif penghalang jalanku. Kutahu jalankau terjal, berliku dan berliko-kilo, tetapi tetap semangat, bersiasat dan jangan menyerah. (domuara damianus ambarita)

[+/-] Selengkapnya...

Minggu, 07 Desember 2008

Sebulir Padi pun Hargailah

KRISIS finansial global, bukan lagi sebatas ancaman. Asal muasalnya memang dari negara nun jauh di sana, di barat, Amerika Serikat. Tetapi imbasnya sudah terasa, dan terjadi di mana-mana. Tidak usah repot-repot bicara ekonomi makri, ambruknya kerajaan bisnis Aburizal Bakrie, atau meruginya Ketua Umum PAN Sutrisno Bachir pada investasi pasar modalnya, juga tak usah mengingat ambruknya PT Bank Century Tbk akibat gagal/kalah kliring, krisis kini semakin terasa di rumah tangga terutama berpenghasilan pas-pasan.

Cobalah dengar perbincangan di hipermarket, swalayan, pasar tradisional, hingga para ibu-ibu pembeli pada pedagang asongan, mereka menggerutu karena kenaikan harga kebutuhan pokok di luar nalar manusia sehat. Ya, semua kebutuhan mengalami kenaikan harga.

Tapi kondisi itu tentu saja pengecualian pada segelintir orang berkecukupan. Krisis sih krisis, tapi mereka tetap tampai serba wah. Mobil merk terbaru, motor keluaran anyar, tetap saja marak di jalanan. Penumpang angkutan udara untuk melancong ke luar negeri pun tak surut.

Kaum berduit ini pun tak perlu repot-repot, sampai berbusa-busa sekadar menawar seikat sayur atau sepotong ikat, atau sebungkus garam atau semug beras. Buat mereka hidup melimpah, makanan berlebih. bahkan sisa-sisa panganan berlebih cukup untuk sekali makan seorang tak punya.

***
Nasi Tak Boleh Sisa
Bicara tentang nasi, saya ingat sewaktu kecil. Ya, sebulir beras. Sewaktu saya kecil, orang tua kami, amang (mendiang) dan inang di kampung, selalu menanamkam agar setiap buliran nasi yang sudah disendok ke dalam piring harus dihabiskan. Tidak boleh berlebih dan dibuang. 'Filsafat' beras ini memang sangat dalam buat sebah perjuangan orang kampung.

Maklum, karena di Sihaporas, saat itu, tahun 1980-an, sulit mendapatkan beras. Kalaupun ada hanya beras gunung/darat. Untuk mendapatkan seliter beras, susahnya setengah hidup. hahah...... Saya masih mengalami, pagi dan malam saja makan nasi, sedangkan siang makan ubi atau 'gadong'.

Katakanlah dari proses bercocok tanam, padi ditanam di ladang kering yang disebut 'mangordang' atau 'martaduk', seseorang memegang dua ptong kayu sekaligus dengan ujung diruncingkan, seperti pensil diraut, lalu diposisikan menyilang (seperti leter x) dan dihunjamkan ke bumi untuk membuat lubang tempat menanam buliran padi.

Pangordang biasanya berjalan mundur, dan kadang-kadang kejedot bongkahan atau batang pohon bekas tebangan. Lalu di depannya, bebrapa 'partaduk', beramai-ramai menabur/memasukkan buliran padi ke dalam lubang. Padi ditanam pada 'juma roba' bukaan baru pada tanah yang masih berunsur hara banyak, padi tumbuh baik walau tanpa dipupuk (kimia maupun kandang).

Martaduk, saat itu dilakukan dengan cara marsialapari atau marsidapari atau gotong royong. Setelah dari ladang si A, besok atau lusa gantian ke ladang si B. Asyik, ramai, guyub, dan kompak.

Fase pertama ini biasanya disediakan hidangan enak. Kalau saban hari hanya 'gulamo tinutung'/ikan asin bakar, pada saat 'Mangordang, menu biasanya daging lengkap dengan sayur setidaknya ikan teri sambal atau ikan rebus, 'diarsik'.

Padi tumbuh, tinggi. Waktunya padi berisi, bunting atau 'boltok'. Saat itu banyak ancaman terhadap tanaman, entah hama semacam monyet, aili/babi hutan, maupun penyakit, termasuk musim yang kemarau panjang. Ada istilah puso, gagal panen.

Mungkin karena tingginya risiko itu, para leluhur/pendahulu selalu sengaja membuat acara ritual yang dikenal kegiatan "Martondi Eme". Diadakan acara doa bersama yang dipusatkan di satu ladang. Lalu di tempat itu doa diikuti makan besar bersama dengan lauk ikan sungat dan lomang (lemang) ada juga 'sibak', bahan dasar jagung ditumbuk dan didiamkan beberapa malam untuk fermentasi.

Sehari sebelumnya, biasanya semua warga kampung memanen ikan 'mandurung tu bombongan nabolon', membuka tambak buatan dengan menanggul sungai. Mandurung dilakukan sekali setahun. Ikan yang lazim didapat adalah si birsak, pora-pora, ihan (dikenal dengan sebutan ikan
batak), limbat (lele).

Setelah makan, setiap rumah tangga lalu membawa serta 'itak gurgur' (beras tepung mentah dikasih gula, seperti lampet) dan 'sanggar' tanaman liar bangsa palm, dan bambu bekas tempat memasak lemak, bangun-bangun dan rudang. Semua itu digantung di setiap sudut ladang.

Maksud dari ritual itu, doa agar padi berkembang dengan baik, jauh dari hama penyakit, dan panennya kelak memuaskan. Sehari sesudahnya disebut 'manangsang robu', hari pantang ke ladang padi tadi.

Saat musim panen, tidak semua orang memaneng dengan mudah. Saat itu, menggunakan alat sabit masih dianggap tabu, karena konon 'tondi' atau roh eme takut kalau padi dipotong pada batangnya, jadi leher padi yang 'diotom'. Tapi sebagian orang yang lebih modern dan berpikir praktis, mulai berani 'manabi'/sabit.

Untuk merontokkan buliran padi, dulu beluma da mesin. Lalgi-lagi cara gotong royong yang ditempuh, dengan istilah mardege'. Dege = injak. Jadi buliran padi diinjak-injak, secara berkelompok. Biasa dilakukan sore hingga larut malam, bahkan pagi buta. Mada itu ada istilah
'mardege di rondang bulan', yang sering dimanfaatkan para muda-mudi mencari berkenalan, pendekatan, bahkan mencari jodoh. Asyik memang.

Siangnya dilanjutkan kegiatan 'mamurpur' membersihkan padi dari jerami atau membuang 'halampung', padi hampa, tak ada isi. Kemudian padi dijemur agar dapat ditumbuk.

Setelah panen, tibalah masa yang ditunggu-tunggu. Namanya 'marsipaha lima', pesta besar sambil mengucap syukur atas panen yang baik. Warga pun ramai-ramai 'manduda i losung', menumbuk padi menjadi beras. Manduda bersama-sama pada balok besar dan panjang, yang terdapat tiga sampai lima lubang 'losung'. Satu 'losung', bisa ditumbu atau 'diduda' dua orang secara bersamaan, dengan ala atau 'andalu" bergantian, selang-seling.

Proses ini menggambarkan betapa berharganya sebulir beras/nasi di kala warga belum terbiasa mengonsumsi beras swah. Bukan karena tidak kenal, tetapi karena lemahnya daya beli yang hanya mengandalkan pemberian alam. Wajarlah, penduduk Sihaporas lebih banyak merantau, meninggalkan kampungnya yang masih tertingggal, jauh dari kemajuan.

** *
MAGNET JAHE

Kira-kira tahun 1981-1982 --saya sebut kira-kira karena tidak ada data pasti. Tapi saat itu saya sudah sekolah SD, masuk tahun 1980. Bermula dari Abang saya, Pak Herbina Ambarita, yang kawin dengan Br Sidauruk dari Tambunraya, membawa kira-kira puluhan kilogram bibit jahe. Ketika itu, jahe mulai marak ditanam di Simalungun, termasuk di Sidamanik dan Raya. Pak Herbi mendapatkan bibit dari pihak Mertua.

Belasan kilogram jahe itu ditanam di lahan yang terletak di samping rumah, Jabu Nabalga, yang sekarang pemukiman, antara lain rumah Edy Ambarita, Saor Ambarita, dan Lamhot Ambarita.

Pendek kata tanaman jahe cepat memuncak menjadi komodits unggulan untuk ekspor dari Sumut. Masa kejayaan ini berlangsung kurang lebih 20 tahun, hingga akhir 1990-an. Jahe diikuti pula tanaman tumpangsari lainnya seperti cabe, jagung, dan sayur-sayuran. Silih berganti dapat ditanami juga dengan padi dan tomat.

Masa itu betul-betul menjadi masa keemasan. Mencari uang sejuta dua juta bahkan belasan juta tidak sulit. Malah banyak pemuda yang karena tekun bercocok tanam, dapat memiliki kendaraan bermotor pribadi semacam sepeda motor dan mobil.

'Peradaban' bercocok tanam inilah yang menjadi magnet Sihaporas. Para perantau atau keturunannya kembali ke desa untuk bertani. Bercocok tanam jahe dan palawija lainnya.

Kini, Sihaporas mulai maju, setidaknya sarana transportasi tidak terisolasi, waulpun masih becek saat hujan. Penduduk yang tadinya tidak lebih dari 50 keluarga di tiga kampung, Lumban Ambarita Sihaporas, Sihaporas Bolon, dan Aekbatu, kini berkembang menjadi Desa Sihaporas yang telah dialiri listrik dan taliair.

Setelah masa kejayaan jahe, kopi usia pendek yang dinamai Kopi Ateng, kini menjadi unggulan bagi petani yang tidak menjual tanahnya kepada PT TPL (dahulu Indorayon). Semoga sharing ini bermanfaat sekadar pelepas rindu ke 'bonapasogit'. (domu damianus ambarita)

[+/-] Selengkapnya...