Sabtu, 15 September 2007

200 Korban Dikubur Massal
* Pembakaran Merembet ke Samuda

Sampit, BPost
Setelah sempat terbengkalai beberapa hari, mayat para korban kerusuhan antaretnik di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur akhirnya dikuburkan secara masal oleh pemkab setempat, Jumat (23/2). Sedikitnya 200 jasad dikuburkan di pemakaman umum di Jalan Jenderal Sudirman Km 6 arah Sampit-Pangkalan Bun.

Sementara Ketua DPR Akbar Tandjung berharap Wapres Megawati segera mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan sejumlah kasus kerusuhan di tanah air seperti di Sampit dan Selatpanjang, Riau.

Bupati Kotim H Wahyudi K Anwar, ketika dikonfirmasi membenarkan penguburan mayat korban kerusuhan itu. "Pada hari ini (Jumat, Red) kita baru bisa memakamkan 91 korban," ujar Wahyudi kepada wartawan BPost Domuara Ambarita yang berada di Sampit, Jumat (23/2).

Sisa sekitar 110 mayat lagi, imbuh dia, rencananya dimakamkan pada malam harinya. Namun, karena situasi dan kondisi tidak memungkinkan sehingga pemakaman akan dilaksanakan Sabtu (24/2) pagi.

Pemakaman mayat yang dalam kondisi sangat memprihatinkan ini, dilakukan dengan menggunakan alat berat eksavator, sehingga prosesinya berjalan cepat. Saat ini, tumpukan mayat yang dalam keadaan membusuk itu berada di RSUD dr Murjani Sampit.

Akbar Tanjung berharap wapres segera mengambil langkah-langkah untuk penyelesaian peristiwa di Sampit. "Lebih dari 100 orang kita saksikan di CNN dibunuh dalam waktu singkat, seolah-olah seperti kejadian sehari-hari," ujar Akbar Tandjung di Surabaya, kemarin.

Berdasarkan pengamatan BPost, kemarin ditemukan dua mayat dalam keadaan kepala terpotong. Satu mayat ditemukan di Jalan S Parman sekitar 15 meter dari rumah jabatan bupati, dan seorang lagi tergeletak di tengah Jalan RA Kartini depan SMPN 1 Sampit. Sementara itu, 26 mayat korban kerusuhan di Kuala Kuayan, kemarin sore juga dievakuasi di Sampit.

Menurut keterangan, mayat yang sudah dan akan dimakamkan itu hanya korban yang berada di darat, sedangkan sejumlah mayat yang mengapung di Sungai Mentaya, belum diangkut ke darat untuk dimakamkan.

"Kami tidak bisa menghitung berapa jumlah mayat yang mengapung di Sungai Mentaya ini. Pokoknya, jumlahnya mencapai seratus," ujar seorang warga.

Situasi kota Sampit sendiri, hingga kemarin makin mencekam. Warga lebih banyak mengurung diri di rumah untuk menghindari terjadinya pertikaian dengan penduduk asli. Sementara listrik PLN sejak pagi hingga malam hari masih padam, sehingga kota Mentaya bagai kota mati.

Sementara aksi pembakaran yang dilakukan oleh etnis asli terhadap rumah-rumah yang ditinggalkan warga pendatang kemarin terjadi di sekitar permukiman di pelabuhan Pelindo III Sampit.

Kepulan api bertambah lagi satu titik berada di pusat kota persisnya,di depan kantor Depag Kotim, sekitar 200 meter dari rumah jabatan bupati.

Dan, laporan terakhir yang diterima tadi malam, aksi pembakaran juga merembet ke Kecamatan Samuda. Dikabarkan, sejumlah titik api bermunculan di sana-sini, sehingga Samuda bak lautan api. Hingga berita ini diturunkan, kobaran api yang tak terbendung terus melalap sejumlah pemukiman penduduk pendatang.

Para pengungsi di kantor Pemkab Kotim, rumah jabatan bupati dan Polres Kotim, yang kini mencapai sekitar 2 ribu orang kondisinya dikabarkan cukup memprihatinkan. Pasalnya, persediaan bahan makanan semakin minim, sementara banyak di antara pengungsi mulai menderita sakit.

Bupati Kotim Wahyudi K Anwar menyebutkan, Sabtu pagi ini akan diberangkat ke Surabaya dengan empat kapal perang, di antaranya KRI Teluk Sampit dan KRI Teluk Ende.

Wahyudi mengaku kecewa terhadap PT Pelni yang terkesan tidak berpartisipasi mengangkut pengungsi, seperti KM Tilang Kabila yang kemarin lalu masih sandar di pelabuhan Kumai.

Berdasarkan rapat Kapolda Kalteng Brigjen Pol Drs Bambang Pronoto SH dengan Danrem Panju Panjung Kol Inf Sihono dan Bankor Brimob Polri Ajun Kombes R Tarigan, disepakati mulai Sabtu (24/2) hari ini, diberlakukan tembak di tempat.

Tarigan mengingatkan, pihaknya akan melakukan sweeping senjata tajam tanpa pandang bulu, baik terhadap warga suku Dayak, Madura, Batak, Jawa, Banjar maupun suku lainnya. Kata Tarigan siaga I tidak dikenal lagi, karena yang ada sudah tindakan tegas. "Yang ada tembak di tempat kepada perusuh," tandasnya.

Karena itu, Tarigan minta seluruh warga setempat supaya menghentikan tindakan anarkis, jika tidak akan berhadapan dengan aparat.

Mulai pukul 23:00 tadi malam, berdatangan pasukan tambahan yakni satu Batalyon Brimob Kelapa II, khusus tim pemburu. Sedangkan Sabtu (24/2) hari ini, pukul 10:00 ditambah lagi satu batalyon dari satuan PHH, sehingga jumlahnya menjadi tiga batalyon.

Tarigan berharap para pengungsi sudah bisa dievakuasi hari ini (Sabtu, Red) melalui kapal perang, bila masih tidak memungkinkan diupayakan dengan pesawat TNI.

Bupati Wahyudi K Anwar dalam wawancara langsung dengan RCTI tadi malam mengatakan, upaya meredam kerusuhan di Sampit dan sekitarnya telah ditempuh melalui pendekatan tokoh masyarakat. Upaya ini, katanya hanya dapat dilakukan secara bertahap. Namun, dia tak menyebutkan bentuk kongkrit dari penyelesaian adat itu.

Kepuspen Mabes Polri Brigjen Pol Didi Widayadi menyatakan, polri akan menurunkan tim khusus untuk memantau pertikaian antaretnis di Sampit, Kotim. "Tim juga akan melakukan evaluasi dan mempelajari pergantian kapolda yang menjadi tuntutan masyarakat," ujar Didi.

Ditambahkannya, data korban yang masuk di Mabes Polri sudah mencapai 91 orang, 168 rumah dibakar dan 60 rumah dirusak, sedangkan para tersangka yang ditahan sebanyak 41 orang, 38 orang di antaranya penahanannya ditangguhkan.

Dalam melakukan tindakan, kata Didi, pihak Polri tidak membedakan etnis, tapi perbuatannya. "Mereka yang melakukan tindak kriminal akan ditindak, tanpa melihat etnis," katanya sembari menyatakan jam malam akan dicabut, jika kondisi sudah kondusif.

Meruncingkan pertikaian antaretnis di Sampit telah menyengsarakan warga. Dampak yang paling dirasakan kekurangan pangan yang membuat sebagian masyarakat didera rasa lapar cukup memprihatinkan.

Bila sebelumnya akibat desakan perut membuat warga terpaksa melakukan penjarahan terhadap toko sembako yang ditinggalkanya pemiliknya, kemarin warga yang melihat kedatangan rombongan PWI Kalteng membawa bantuan sembako langsung diserbu.

Ketua PWI Kalteng, Sutransyah yang memimpin rombongan ketika dihubungi, Jumat (23/2), mengatakan kondisi masyarakat setempat benar-benar memprihatinkan. "Begitu rombongan kami tiba, warga langsung mencegat dan menyerbu sembako dan mi instan yang kami bawa," ujar melaporkan via telepon, tadi malam.

Dilaporkan Sutransyah, saat ini masyarakat sangat mengharapkan turunnya dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kalteng. Harapan ini, juga disampaikan Bupati Kotim.

Sebab, masalah kesehatan di Sampit semakin mengkhawatirkan dan obat-obatan semakin menipisnya obat-obatan dan kian banyaknya korban berjatuhan yang memerlukan pengobatan.

"Sebagaimana keterangan bupati, saat ini dokter yang ada hanya tiga orang, sedang tenaga medis yakni perawat sudah tidak ada lagi," tutur Sutran. (*)

Banjarmasin Post, 24/02/2001


Tidak ada komentar: