Selasa, 18 September 2007





PBB: Soeharto Pencuri A (1)



* Menguras 15-35 Miliar Kekayaan Negara
* Nomor Urut Satu di Dunia

Daftar 10 Pencuri Kekayaan Negara
No Urut Nama Masa Memimpin Kerugian Negara
1. Soeharto (Indonesia) 1967-1998 15-35 miliar dolar AS
2. Ferdinand Marcos (Filipina) 1972-1986 5-10 miliar dolar AS
3. Mobutu Sese Seko (Zaire) 1965-1997 5 miliar dolar AS
4. Sani Abacha (Nigeria) 1993-1998 2-5 miliar dolar AS
5. Slobodan Milosevic (Serbia/Yugoslavia) 1989-2000 1 miliar dolar AS
6. Jean Claude Duvalier (Haiti) 1971-1986 300-800 juta dolar AS
7. Alberto Fujimori (Peru) 1990-2000 600 juta dolar AS
8. Pavio Lazarenko (Ukraina) 1996 1997 114- 200 juta dolar S
9. Arnoldo Aleman (Nikaragua) 1997-2002 100 juta dolar AS
10.Joseph Estrada (Filipina) 1998-2001 70- 80 juta dolar AS


New York,
Mantan Presiden Soeharto kembali menjadi perhatian dunia. Bekas penguasa Orde Baru selama 32 tahun itu menyandang predikat sebagai pemimpin politik dunia yang diperkirakan mencuri kekayaan negara dalam jumlah berkisar 15 miliar dolar hingga 35 miliar dolar AS. Tidak tanggung-tanggung, Soeharto menempati urutan pertama dari sembilan daftar mantan kepala negara berpengaruh di dunia.

Daftar ini tercantum dalam buku panduan yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan Bank Dunia bersamaan dengan peluncuran Prakarsa Penemuan Kembali Kekayaan Yang Dicuri (Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative di Markas Besar PBB, New York, Selasa (18/9) WIB.

Peluncuran prakarsa dihadiri Sekjen PBB Ban Ki-moon, Presiden Bank Dunia Robert B Zoellick, dan Direktur Kantor PBB untuk Masalah Obat-obatan Terlarang dan Kejahatan (UNODC) Antonio Maria Costa. Turut hadir para pejabat tinggi sejumlah negara anggota PBB, termasuk Deputi Wakil Tetap RI untuk PBB Adiyatwidi Adiwoso, dan Direktur Perjanjian Internasional Deplu RI Arif Havas Oegroseno.

Daftar tersebut mencantumkan Mohamad Soeharto (1967 1998) pada urutan teratas tabel "Perkiraan Dana yang Kemungkinan Dicuri dari sembilan Negara', dengan kekayaan yang diperkirakan dicuri Soeharto berjumlah 15 miliar dolar hingga 35 miliar dolar AS.
Temuan PBB Bank Dunia itu menyebutkan perkiraan total PDB Indonesia setiap tahunnya pada rezim Soeharto 1970-1998 sebesar 86,6 miliar dolar AS. Indonesia, seperti yang diungkapkan Arif Havas Oegroseno, akan mengajukan permintaan bantuan kepada StAR Initiative untuk berusaha mengembalikan kekayaan negara yang diperkirakan dicuri Soeharto.


Menurut rencana, Havas, bertemu dengan pihak Bank Dunia di Washington DC untuk membahas rencana Indonesia tersebut, Jumat (21/9). Pembahasan di Washington nanti, kata Havas yang ditemui sebelum peluncuran StAR Initiative, akan berkisar kepada penaksiran kemungkinan mengumpulkan kembali kekayaan yang diperkirakan dicuri Soeharto serta langkah langkah apa saja yang akan dilakukan setelah itu.

Dengan demikian, saat ini belum diketahui di mana saja kekayaan yang diperkirakan dicuri Soeharto tersebar dan dapat dikumpulkan kembali.

Muhammad Assegaf, kuasa hukum Soeharto, mengungkapkan kekagetannya atas pengumuman itu badan dunia terhadap kejahatan yang dilakukan mantan presiden Soeharto. "Wah, itu suatu hal yang sangat aneh. Sangat aneh buat saya, kalau satu institusi semacam PBB mengurusi hal- hal harga kekayaan negara semacam ini. Biasanya PBB bisanya konsen dan cepat bereaksi kalau ada menyangkut hak asasi manusia dan penyiksaan," ujar Assegaf ketika dihubungi Persda Network di Jakarta, Selasa (18/9).

"Saya merasa kaget. Tidak bisaanya PBB mengrurusi hal-hal seperti ini. Kecuali masalah- masalah HAM biasanya PBB sangat konsen. Tapi kalau terkait kekayaan negara semacam ini, saya tidak pernah mendengar PBB mengurusinya," kata Assegaf.

EKSEKUSI
M Assegaf justru menaruh curiga, karena ada keterkaitan organisasi antikorupsi internasional, yakni Transparansi Internasional di sana. Di Indonesia, TI dipimpin pengacara Todung Mulya Lubis yang juga kuasa hukum majalah Times saat perkara melawan Soeharto. Pekan lalu, vonis perkara kasasi MA, Times dikalahkan, berbeda dari dua vonis di dua tingkatan pengadilan yang lebih rendah sebelumnya.

"Komentar saya apakah, tidak ada kaitannya ini dengan kekalahan Times di Pengadilan kemarin. Kalau orang menduga ke situ sangat beralasan. Kenapa, karena timingnya bersamaan dengan kekalahan Times, apalagi Todung menjadi pengacara Times dan kebetulan Todung juga koordinator TII di Indoneisia," ucapnya

Apakah Soeharto pernah mengemukakan punya harta yang disimpan di luar negeri, atau dialihkan kepada orang lain? Kami tidak pernah mendengar. Sejak awal kami menolak karena tidak bisa dibuktikan. Tapi dari kasus Times saja, justru karena Times tidak dapat membuktikan ada harta atau simpanan Soharto yang ditaruh di luar negeri, sehingga Pak Harto mengalahkan Times. Saya tidak yakin dengan temuan itu, karena ini harus iduji kebenarannya karena dari dulu terus-menerus dikembangkan, dan lebih aneh karena badan dunia yang mengumumkan," katanya sembari mengatakan agar putusan kasasi MA segera dieksekusi jaksa.

Apakah klien anda berencana mengugat PBB, Bank Dunia dan pihak-pihak yeng menyebut pak Harto mencuri kekayaan negara? "Kami belum bersikap, kami akan meeting dulu, karena baru tahu dari anda. Kami akan tunggu dulu perkembangan, termasuk dari pemberitaan media," ujar Assegaf.

Direktur Transparansi Indonesia, Todung Mulya Lubis membantah berada di balik laporan PBB dan Bank Dunia yang menyebutkan mantan Presiden Soeharto berada di urutan teratas daftar pemimpin politik dunia yang mencuri kekayaan negara. Dia mengatakan pengumuman itu tidak terkait dengan kekalahan majalah Times Edisi Asia atas berita Soeharto Inc pada peradilan kasasi MA.

Todung menjelaskan, apa yang dikeluarkan Bank Dunia tersebut tidak ada kaitannya dengan kekalahan majalah Time di tingkat Kasasi dalam kasus gugatan melawan mantan Presiden Soeharto. Time yang dijatuhi vonis membayar denda Rp 1 triliun itu tidak bisa mempengaruhi Bank Dunia.

"Ini tidak ada kaitannya. Yang dilanching itu bukan hanya Indonesia. Tapi pemimpin-pemimpin politik dan penguasa di seluruh dunia. Hanya kebetulan Pak Harto masuk di dalamnya, dan berada di urutan teratas pemimpin politik yang mengambil harta kekayaan negara dalam jumlah besar," ujarnya.

Dihubungi terpisah Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng mengatakan belum membaca informasi tentang pengumuman PBB dan Bank Dunia. "Jadi saya belum bisa kasih banyak komentar. Tapi yang jelas bahwa sudah ada menjadi komitmen Presiden untuk memberantas korupsi dan kemudian juga mengejar pelaku-pelaku korupsi," kata Andi.

Menurut dia, andai ada kekayaan negara yang disimpan di luar negeri oleh siapa pun, pemerintah akan terus berjuang mengembalikannnya kepada negara. "Kita tengah berusaha untuk menggalang kerjasama ekstradisi dengan berbagai negara, termasuk Singapura, Cina, Kanada, Malaysia, Australia dan Swiss. Ini sebagai upaya agar kekayaan negara yang disimpan di luar Indonesia dapat kembali. Langkah tersebut dilakukan secara bilateral dan multilateral," ujarnya. (Persda Network/ade/amb/ugi/ant)

Tidak ada komentar: