Rabu, 26 Maret 2008

UU ITE Segera Disusul UU Cyber Crime

UU ITE Segera Disusul UU Cyber Crime

Jakarta,
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah disahkan DPR, Selasa (25/3). Agar kejahatan melalui internet yang sering dilakukan lintas negara dan di luar jangkauan hukum KUHP dapat dijerat dengan sempurna, sebaiknya segera disusul Undang-undang kejahatan dunia maya atau cyber crime law yang mengatur sanksi-sanksi dan pembuktian kejahatan internet.

Demikian dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Silvya W Sumarlin, dan pakar telematika KRMT Roy Suryo Notodiprojo dihubungi Persda Network secara terpisah, Selasa (25/3).

"Menurut saya, disahkannya Undang-undang ITE ini sesuatu yang bagus. Hadirnya Undang-undang ITE benar-benar sebagai suatu langkah pembuka. Namun Sylvia melihat, UU ITE belum cukup. Agar lebih efektif menjerat pelaku kejahatan dunia maya, sebaiknya disusul dengan Undang-undang Kejahatan Dunia Maya atau Cyber Crime Law," ujar Sylvia.

Alasannya, kata Sylvia, "Sebab UU ITE baru mengatur sampai transaksi elektronik, belum sampai pada tindakan kejahatan-kejahatan dunia maya beserta sanksinya."


Menurut Sylvia, kedua undang-undang ini adalah satu paket yang tak terlepaskan, seperti peluru dengan senjata. Namun perlu diingat, pembentukan UU kejahatan dunia maya Indonesia harus selaras dengan UU kejahatan dunia maya internasional, karena kejatahan internet borderless, tanpa batasan negara dan yurisdiksi.

"Ini perlu untuk mengatur sanski bagi pelaku. Kalau di dunia nyata misalnya ada ekstradisi, maka dalam kejahatan dunia maya perlu diatur bagimana soal permintaan data, bagaimana soal pembuktian, dan bagaimana menghadirkan saksi dari luar negeri melalui internet, ini yang belum diatur," ujar Sylvia, yang juga Direktur Utama PT Dyviacom Intrabumi atau biasa disebut biasa disinkat D-Net.

UU ITE menurutnya telah mengatur transaksi internet, sehingga tidak bisa dengan bebas sekali melakukan kejahatan, misalnya untuk money landrying atau kasus transaksi anak. "Itu sudah diatur dalam UU ITE, tetapi sanksi-sanksinya yang belum diatur. Untuk itulah harus segera dibuatkan Undang-undang cybercrime," tandas Sylvia, putri mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin.

Berdasarkan data APJII pada November 2007, jumlah perusahaan penyelenggara jasa internet di Indonesia mencapai 281 perusahan, sebanyak 255 perusahaan tergabung dalam APJII dengan 160 dinyatakan eksis. Pengguna internet tahun 2007 mencapai 25 juta orang, ditargetkan naik 23 juta tahun ini menjadi 48 juta pengguna.



Sylvia mengakui Indonesia memang terlambat mengesahkan UU ETI, karena negara ini juga belakangan memasuki era internet. "Tapi tidak apa-apalah, karena di luar negeri, UU cybercrime tidak hadir dalam satu atau dua tahun. Di Amerika misalnya, melahirkan UU ini harus melalui bebarapa tahap, bahkan sampai 10 tahap. Tahap pertama diajukan, kemudian diperbaiki, tahap selanjutnya diajukan dan diperbaiki demikian. Tidak apa-apa belajar dari negara lain," ucapnya

Pakar telematika KRMT Roy Suryo Notodiprojo mengatakan setelah ITE disahkan, akan ada lagi UU Tindakan Pidana Teknologi Informasi yakni undang-undang yang mengatur kejahatan dunia maya.


Dengan disahkannya Undang-undang ITE, transaksi internet seperti internet banking akan diatur. Tidak bisa lagi sembarangan, tanpa bukti yang sulit terlacak. Dengan UU ITE, misalnya, kalau ada transaksi harus menggunakan materai atau ada bukti di atas kertas dan tanda tangan.

Menurut Roy, kejadian pembajakan situs KPU dan situs Parpol peserta Pemilu 2004 dapat diminimalisir dengan Undang-undang ETI. "Artinya UU ETI diharapkan untuk memberi pembelajaran di masyarakat sehingga internet dan situs-situs digunakan lebih banyak untuk tujuan positif, bukan hal negatif," kata Roy.

Ia memperkirakan, UU akan banyak ditantang para hacker dan blogger yang lebih banyak bersifat negatif dan merugikan masyarakat. Di sinilah, masyarakat diminta berani melawan para hacker atau blogger kalau memang merugikan misalnya melakukan pencemaran nama baik melalui transaksi elektronik yang tadinya tidak dapat dijerat hukum tapi sekarang sudah bisa. Roy menganggap, penerapan UU ITE ini tidak mudah karena masyarakat belum tahu, sehingga masih butuh waktu untuk sosilisasi. (Persda Network/domuara ambarita)

Tidak ada komentar: