Selasa, 11 Maret 2008

Ayat-ayat Cinta: Buka Kaca Mata Kudamu

ELISABETH Uli, Rabu ini (12/3/2008) genap berusia tiga tahun seperempat. Tiga tahun empat bulan. Usianya masih balita, tapi omongan dan tingkahpolanya lebih dewasa. "Mama ngapain sih dengan laki- laki di sudut sana. Pacaran ya?" "Mama, ini temanku Rama namanya. Aku sama abang Rama, sedang pacaaran". "Papa, punya pacar nggak?"

Tiga kalimat bertopik senada, namun kejadiannya berbeda. Waktunya berlainan. Yang pertama, diceritakan mamanya kepada saya, sembari geleng-geleng kepala, terheran-heran. "Kok bisa ya pa, anak kita sudah tahu kata-kata pacaran?"

Uli, putri sulung kami, menuding ibunya pacaran, hanya karena berbincang-bincang dengan tetangga, awal pekan, minggu pertama maret 2008. Kejadian kedua, Jumat lalu, Uli bermain-main dengan tetangga, laki-laki seumuran dengan dia. Saat bermain-main di halaman, dia mengenalkan temannya. "Mama, ini temanku. Namanya Rama, kami sedang pacaran" Entah mengapa Uli 'proklamasi' di hadapan ibunya, padahal ibunya sudah lama kenal dengan Rama, anak tetangga.

Pertanyaan ke saya, diajukan sewaktu saya habis mandi. Saya pun sengaja tidak menjawab, mengalihkan pembicaraan. Bukan karena saya punya pacar lain, tapi penasaran, dan berusaha mengalihkan fokus perhatian anak ini.

Ya, pikiran dan pembicaraan anak kami memang sering di luar dugaan. Dia banyak mengucapkan dan menirukan adegan-adegan yang dia dapatkan lewat menonton sinetron, VCD, atau film. Sedari kecil, kami memang memanjakannya dengan lagu-lagu klasik hingga tontonan Dora, Teletubbies, Tom & Jerry. Dia pun setia menemani mamanya, atau orang dewasa menyaksikan sinetron remaja bertema percintaan yang mendominasi tayangan televisi nasional. Jadi kita mesti ekstra hati-hati karena pengaruh tontonan televisi sedemikian merasuki anak-anak, balita sekalipun.

Dari kasus pada Uli, saya tertarik nimbrung diskusi tentang Film yang sedang naik daun, film Ayat-ayat Cinta. Film yang jadi bahan perguncingan kalangan ABG, anak sekolahan, orang kantoran, sampai ibu-ibu rumah tangga membicarakannya. Film garapan Hanung Bramantyo diangkat dari novel karya Habiburrachman.

Adalah Fahri (Fedi Nuril), mahasiswa Al-Azhar Mesir asal Indonesia sebagai tokoh utama film ini. Sosok Fahri di antara teman-temannya dipandang sempurna, dan sudah pantas mencari istri. Banyak wanita jatuh hati padanya, salah satunya Maria Girgis, seorang pengikut Kristus, yang diperankan Carissa Putri.

Fahri dan Maria tinggal satu apartemen, beda kamar. Bersama Maria, Fahri menolong Noura (Zaskia Mecca), gadis Mesir yang dianiaya ayahnya. Diam-diam Maria jatuh hati pada Fahri. Perempuan lainnya, teman satu kampus Fahri, Nurul (Melanie Putria) pun ikut jatuh cinta terhadap sosok sempurnanya.

Bukan hanya dua perempuan. Takdir mempertemukan Fahri dengan Aisha (Rianti Cartwright), seorang gadis Jerman menetap di Mesir. Aisha dan Fahri akhirnya menikah. Perempuan-perempuan yang mencintai Fahri sakit hati mendengar kabar pernikahan Fahri dan Aisha.

Saking citanya, Noura bahkan membuat 'menulis cerita', 'menyutradarai film' seolah-olah dia diperkosa Fahri dengan sasaran agar Fahri menikahinya secara paksa. Maria-lah yang paling syok, dampak pernikahan kehilangan sang arjuna. Maria sakit, sampai koma akibat TBC atau tekanan batin cinta.

Dalam kondisi sekarat, Maria divonis akan dijemput maut. Hanya satu kunci, dia harus disentuh/dibelai orang yang paling dicintainya. usut punya usut, ornag itu adalah Fahri. Lalu bagaimana caranya. Bukankah Fahri sudah menemukan tulang rusuknya, Aisha. Dan Maria bukan muhrimnya Fahri sehingga tidak boleh disentuh/dibelai. Lagian beda agama.

Lalu bagaimana solusinya? Di luar akal sehat, Aisha menyemangati bahkan menyuruh suaminya menikah lagi, poligami pada Maria. Syaratnya, Maria tanggalkan kekristenannya, mualaf. Sedemikian saktikah Fahri sehingga dia membawa mukjizat tunggal penyembuhan?

Berikut pendapatku tentang film ini:
1. Film Pro-pasar
Ayat-ayat Cinta adalah hasil karya, cipta dan karsa manusia biasa. Di sana ada hasil olah berdasar referensi, pengalaman pribadi bahkan mungkin juga pengalaman spiritual. Barangkali seelah melalui survei pasar yang melelahkan ditambah bumb-bumbu khayahan-imajinasi. Tidak ada yang salah di sana, ketika konsepnya adalah pro-pasar, agar laku ditonton dan menghasilkan uang sebab, bukankah money is the 2nd God bagi kalangan pro-pasar? Film ini menjadi booming ketika seorang tokoh agama, Din Syamsudin mempromosikan film ini, sehingga berbagai kalangan ikut menonton, termasuk ibu-ibu pengajian.

2. Kisah Cinta Anak Manusia
Bung Habiburrachman, sang novelis, dan Hanung Bramantyo, sang sutradara jempolan, memoles kisah cinta yang riil ada di masyarakat. Tontonan bertema cinta saja sudah menarik, perkawinan beda suku pun kompleks, apalagi 'digoreng' dengan bumbu percintaan beda agama, dan beda kewarganegaraan, ras dan warna kulit. Wah tentu sedap, dan ampuh menaikkan rating: agar produsen film untung, dan pemilik hak tayang (bioskop/tv) laku ditonton.

3. Primus Interpares
Ketika Fahri sudah berisitri Aisha, Maria jatuh sakit. Dia depresi, lalu dokter mengatakannya, satu- satunya obat adalah kalau dia disentuh/dibelai orang yang paling dicintai. Siapa itu, Fahri. Selaku muslim taar, Fahri tidak mau menyentuh/membelai Maria, karena bukan muhrim. Apalagi dia sudah beristri, kan nggak lucu, apa kata dunia, kalau selingkuh, padahal istri udah cakep.... hahah. Yang mencengangkan justru seorang Aisha menyemangati suaminya memperistri Maria, lalu agar dapat mengawini perempuan 'asing' itu, Maria menggadaikan imannya, mualaf.

Dalam konteks fiksi dan imaginasi, ini sah-sah saja. Namun mengingat banyak bintang film menjadi sosok panutan (primus interpares) ini digemari banyak kalangan, ABG, remaja hingga dewasa. Di sisi lain, pola hidup artis-artis ini tidak selamanya dapat diteladi. Mereka banyak juga yang berengsek, seperti bandar/pengonsumsi narkoba semacam Roy Marten, Doyok, Fariz RM, dll; kemudian hobi kawin cerai, dst.

Menonton karya seni ini hendaknya jangan pakai kaca mata kuda, tetapi perlu pemahaman multidimensi. Maka itu perlu pendampingan yang seksama, dan penjelasan yang komprehensif dari orangtua. Jangan menghujat sutradara, atau penulis, jangan menanamkan benih permusuhan pada ajaran agama lain, dan jangan pula memprovokasi anak untuk membenci orang/paham yang berbeda dengan dirinya atau golongannya.

Kita boleh kritisi. 'Setuhan Fahri satu'satunya obat penyembuh Maria.' Wah, mukjizat betul, Fahri. Bukan kah ada solusi lain semacam pendampingan psikiater, terapi. Sedemikian saktinya Fahri, seakan-akan mengalahkan kekuatan 'doa' sang penyembuh abadi. Kalau begitu, Fahri sudah boleh dinobatkan sebagai orang kudus/sakti, atau santo dalam ajaran Katolik.

Sekali lagi, karena film ini juga mengandung unsur fiksi, tidak ada yang salah dalam filim ini. Sah-sah saja. Dengan dalih sebagai karya sastra pula, kita satu dengan lainnya, atau orangtua kepada anaknya, hendaknya dapat menjelaskan dengan cermat dan sabar bahwa tontonan ini hanyalah film. Di dalamnya ada hasil imajinasi, bukan riil, sehingga jangan terlalu diinternalisasi.

4. Iman dan Kebertuhanan
Tidak satupun agama berani menggaransi 100 persen: barang siapa memeluk agama ini, dia pasti masuk surga. Sekali lagi, sekadar beragama, atau agama KTP. Orang masuk surga, bukan karena agama, melainkan karena iman dan kebertuhanannya. Artinya, sesuai perilaku, amal dan ibadah. Sejauh mana mengamalkan cinta kasih secara horizontal terhadap sesama manusia, hubungan vertikal dengan Tuhan- nya, serta bagaimana mamperlakukan makhluk lainnya ciptaan Tuhan.

Terkait ini, dalam film, Maria masuk Islam nggak soal buat saya. Justru saya salut padanya yang diakhir hayatnya ada pesan mulia: mencintai, tidak harus memiliki. Mencintai dan apalagi ingin memiliki laki-laki yang sudah beristri tidaklah baik.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Saya pun bangga pada umat Kristiani yang tidak reaktif terhadap film ini.

5. Poliandri vs Poligami
Kita kaum laki-laki sekejaplah merefleksi. Andai Anda laki-laki, orang yang sangat dicintai, yakni istri memiliki suami ganda/poliandry: dua, tiga atau empat orang, sudikah Anda. Jangan buru-buru mendebat dengan dalih dogma, tetapi dari aspek perasaan, kemanusiaan yang membumi bukan transenden. Sekali lagi, sudikah laki-laki menerima poliandri?

Kasus poligami sudah amat jamak, sehingga tak perlu diulas. Tapi ada satu dua kasus poliandri yang mencuat ke permukaan. Misalnya di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan di Kota Banjar, Jawa Barat.

Kadariah, warga Banjarmasin, harus mendekam di penjara selama satu tahun dengan pasal poliandri. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin menvonis perempuan berusia 36 tahun ini dengan hukuman kurungan pidana satu tahun penjara dalam kasus penipuan dilakukan Kadariah terhadap suami keduanya bernama Hazbullah.

Hazbulah menuturkan, dia menikahi Kadariah dengan kawin di bawah tangan Penghulu Hamdani di Desa Tampang, Pelaihari. Setelah enam tahun berumah tangga dan mempunyai seorang anak, Hazbullah baru mengetahui bahwa dia menikahi wanita bersuami dan dalam status tidak pernah bercerai. Itulah sebabnya, Hazbullah menuding A Rahman, suami pertamanya bersekongkol memeras untuk tujuan materi.

Di Banjar, Jabar, NH, seorang jaksa, Kasubsi Penuntutan Kejari Banjar, Jawa Barat, didakwa melanggar UU Pokok Perkawinan. Poliandri.

6. Setia dengan Pasangan
Menarik menyimak pandangan Dewan Penasihat Partai Keadilan Sejahtera--partai yang pimpinannya diduga banyak berpoligami, Cahyadi Takariawan dalam bukunya berjudul "Bahagia Diri dengan Satu Istri". Buku yang kontorversi ini mengajarkan kesetiaan pada pasangan. Prinsip ini senapas dengan sifat-sifat hakiki perkawinan dalam Katolik, yaitu monogami dan tak terputuskannya ikatan perkawinan.

Mengutip Paham Perkawinan menurut Kitab Hukum Kanonik 1983 oleh Romo Antonius Dwi Joko Pr (http://yesaya.indocell.net/id814.htm), dari kodratnya perkawinan adalah suatu kebersamaan seluruh hidup (consortium totius vitae. "Consortium", con = bersama, sors = nasib, jadi kebersamaan senasib. Totius vitae = seumur hidup, hidup seutuhnya). Ini terjadi oleh perjanjian perkawinan. Suami istri berjanji untuk menyatukan hidup mereka secara utuh hingga akhir hayat.

Perbandingan manusia laki-laki dengan perempuan, konon, lebih banyak perempuan, 4:1. Lantas, itukah dalih untuk mengesahkan poligami? Itukah alasan mementahkan firman Tuhan dalam Markus 10: 5-9:

"Lalu kata Yesus kepada mereka: Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia

Saya tidak kompeten bicara dari tinjauan dogma agama-agama lain, yang saya tonjolkan di sini adalah aspek kemanusaiaan yang setara dan sejajar antara pria dan wanita. Sebelum menghujat ataukah mendukung kaum poligami, dan poliandri, saya coba tapakur, sejenak, merenung dalam-dalam, apakah saya telah memperlakukan perempuan dengan setara dan adil? (domuara ambarita)

Klik http://domu-ambarita.blogspot.com/

Tidak ada komentar: