Kamis, 25 Oktober 2007

Ketua KPU Janji Tidak Akan Korupsi


Abdul Hafiz Anshary, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU)
periode 2007-2012, memasuki ruang kerja di lantai 2 Kantor KPU Pusat,
Jakarta, di hari pertama, Rabu (24/10). Hafiz mencanangkan 100 hari
kerja pertama dengan pembenahan KPU
dan segera mencari Sekjen KPU yang baru.

Persda/Bian Harnansa


Wawancara Khusus dengan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary

ENAM dari dari tujuh orang anggota KPU telah dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa sore lalu. Pada malam hari yang sama, para komisioner penyelenggara Pemilu itu memilih Abdul Hafiz Anshary menjadi Ketua KPU periode 2007-2012.

Wartawan Persda Network Domuara Ambarita berhasil mewawancara Hafiz di ruang kerja Ketua KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta. Bekas Ketua KPU Daerah Kalimantan Selatan ini bertekad berjanji membentengi semua komisioner KPU, dan Sekretaris Jenderal KPU berikut staf agar tidak terseret tindak pidana korupsi, sehingga kejadian yang dialami ketua, anggota KPU dan Sekjen KPU sebelumnya tidak terulang.

Bagaimana anggota KPU membulatkan tekad menjauhi korupsi, dan bagaimana caranya menghindari jeratan hukum, berikut penuturan Hafiz.

Waktu anggota KPU sekarang bekerja sangat singkat, lebih singkat dari KPU sebelumnya. Waktu KPU sebelumnya lebih panjang, namun karena kondisi dan situasi memaksa terkait pelaksanaan Pemilu 2004, KPU waktu itu menunjuk langsung perusahaan yang menangani beberapa proyek untuk menunjang Pemilu. Belakangan, ternyata kebijakan ini menyeret beberapa anggota bahkan Ketua KPU dan Sekjen terlibat korupsi. Menghindari kejadian serupa, bagaimana langkah anda selaku Ketua KPU membentengi anggota KPU.

Kami akan menyerahkan hal itu kepada sekretaris jenderal dan jajarannya. Kami hanya akan memegang otoritas kebijakan. Pelaksanaan di lapangan akan diserahkan kepada kesekretariatan jenderal.

Tegasnya, apakah komisioner KPU tidak akan mengurusi proyek pengadaan logistik?

Tidak seorang pun anggota KPU boleh ikut terlibat langsung dalam urusan pengadaan. Semuanya akan diserahkan kepada kesekretariatan jenderal. Misalnya, jumlah pemilih sekian, jadi kita perlu kertas suara sekian, dan kotak suara sekian. Tugas komisioner KPU hanya di tataran kebijakan, bukan pelaksana. Sedangkan pengadaan barang-barang untuk kepentingan Pemilu itu tugas kesekretariatan selaku fasilitator.

Anda terkesan lepas tangan, dan melempar tanggung jawab anggota KPU kepada kesekretariatan. Apakah memang demikian tugas-tugas KPU?

Undang-undang memang mengatur seperti itu. Mereka fasilitator kan. Misalnya kita butuh surat suara 250 juta lembar. Kami tinggal serahkan ke Sekjen, dan bilang kita butuh surat 250 juta. Bagaimana pengadaannya Sekjen lah yang punya kebijakan.Tetapi tetap dalam pengawasan KPU, karena penanggung jawab adalah KPU. Dalam hal ini, KPU tidak lepas tangan.

Mencegah terlibatnya komisioner KPU dalam urusan teknis pengadaan, apakah ada rencana membuat teken kontrak atau kode etik antara anggota KPU?

Posisi beserta tugas dan tanggung jawab anggota KPU dan Sekretaris Jenderal sudah diatur Undang-undang, tinggal menjalankannya, jadi tidak perlu teken kontrak. Tinggal pelaksanaan disesuaikan dengan Undang-undang. Walaupun pelaksanaannya diserahkankan kepada Sekjen, mereka tidak boleh menjalankan dengan seenaknya. Kebijakan dan kontrol tetap ada di tangan KPU.
Contoh kasus terjadi di Komisi Yudisial. Ketika proyek pengadaan tanah ditangani Sekjen, diduga terjadi ada penyimpangan lalu dibentuk pengawasan internal dari komisioner yang akhirnya justru terlibat suap. Bagaimana KPU menyikapi hal semacam ini?

Kalau misalnya ada, KPU kan akan membentuk Dewan Kehormatan yang bersifat ad hoc dengan angggotanya dari internal dan eksternal. Dewan Kehormatan dibentuk kalau ada kasus. Dewan Kehormatan lah yang akan menyelesaikan. Dan Ketua KPU wajib melaksanakan apa yang direkomendasikan Dewan Kehormatan. Kalau ada anggota KPU terbukti melanggar kode etik atau Undang-undang ya dinonaktifkan.

Selaku ketua KPU, bagaimana tekad anda sendiri untuk menjaga kejujuran dan mencegah terlibat kasus korupsi?

Kasus korupsi terjadi karena terlibat langsung dengan pengadaan logistik. Menghindari itu, saya tidak akan terlibat pengadaan. Tetapi saya tetap bertanggung jawab pada tataran kebijakan.

Andai ada anggota keluarga sendiri, atau pengusaha yang Anda kenal dan berasal dari daerah yang sama dengan Anda, yakni dari Banjarmasin meminta proyek atau mengikuti tender tentu kan sulit menolak. Bagaimana anda memperlakukannya?

Saya akan serahkan kepada Sekretaris Jenderal. Saya akan lakukan sesuai prosedur saja.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) musuh besar koruptor, dan menjadi lembaga yang ditakuti banyak lembaga negara. Apakah ada rencana KPU konsultasi dengan KPK untuk mencari batasan-batasan tindak pidana korupsi, misalnya apa yang dapat dilakukan dan hal yang harus dijauhi?

Paling tidak kami punya agenda dalam rapat pleno untuk beraudiensi dengan pihak-pihak terkait. Seperti telah dikatakan Ketua Mahkamah Konstitusi Pak Jimly saat bersalaman seusai pelantikan kemarin, beliau mengatakan perlu pertemuan khusus KPU dengan MK dalam waktu segera karena masalah pelaksanaan Pemilu pada akhirnya MK yang menangani. Kami juga berencana bertemu dengan Menteri Hukum dan HAM, dan koordinasi dengan berbagai pihak.

Ketika anggota KPU yang sekarang lolos pada seleksi tahap pertama banyak sosok populer yang gugur, maka kandidat lolos yang tidak terkenal apalagi berasal dari daerah dipandang sebelah mata. Bagaimana anda menyikapi pandangan skeptis ini?

Itu kan pandangan sebagian masyarakat, kami tidak merespons apa-apa. Yang kami lakukan adalah yang sesuai dengan perundang-undangan. Kami akan melakukan tugas sesegera mungkin. Apa dan bagaimana orang menilai, itu hak mereka.

Anggota KPU yang lalu banyak kalangan cendekia, dan semula dinilai memiliki integritas. Namun selain ternyata terlibat korupsi, salah sati bakal calon presiden, Gus Dur pernah melontarkan sinyalemen, KPU tidak independen. KPU dapat diorder orang tertentu untuk menjegal Gus Dur. Bagaimana KPU sekarang membangun tim yang independen dan kredibel?

Kami akan mengambil keputusan melalui pleno, bukan orang-per orang dan tidak boleh memihak siapa pun. Keputusan tertinggi tetap di tangan KPU. Bahwa dalam perjalanannya, keputusan itu sama dengan kehendak orang-orang tertentu, itu hanya kebetulan. Kami akan mempertahankan keputusan KPU.

Bagaimana dengan lembaga pemantau Pemilu. Apakah KPU memberi keleluasaan kepada pemantau domestik maupun asing untuk berpartisipasi mengawasi pelaksaan Pemilu?

Kami ingin, semakin banyak semakin baik. Tetapi akan dibicarakan kelak, sesuai dengan aturan yang berlaku. (*)

Tidak ada komentar: