Sabtu, 05 Januari 2008

Kalau Uangnya Tidak Ketemu Hancurlah Karier Saya

Pengalaman Ketua Tim Penyidik KPK Saat Menyergap Irawady


JAKARTA, PERSDA - Komisaris Besar Polisi Heru Sumartono namanya. Dia menyenangi benar profesinya sebagai polisi.

Namun sekali dalam hidupnya dia sempat dibayang-bayangi rasa takut akan tercela dalam menjalani tugas penyidikan. Bahkan dia khawatir karirnya di kepolisian hancur.

Perasaan itu muncul ketika dia memimpin tim penyidik untuk menyergap tersangka dugaan tindak pidana suap yang melibatkan komisioner Komisi Yudisial (KY) Irawady Joenoes, di Jalan Panglima Polim 138, Jakarta Rabu (26/9/2007) sektiar pukul 13.00.

Siang itu, dia bertindak sebagai ketua tim penyidik KPK untuk menyergap pemberian uang senilai 30 ribu dolar AS dan Rp 600 juta dari Freddy Santoso, direktur PT Persada Sembada selaku pemilik tanah di Jalan Kramat Raya No 1, yang dijual untuk dijadikan kantor KY.

Ketakutan Kombes Heru mencuat ketika penggeledahan di rumah itu sudah berlangsung. Saat itu, Irawady dan Freddy sudah ditangkap. Heru beserta tiga anak buahnya, yakni AKP Bambang, AKP Egi dan AKP Sugianto berusaha mencari barang bukti berupa uang yang diduga diberikan Freddy kepada Irawady. Andai barang bukti itu tidak ditemukan, maka tuntutan balik dapat dilakukan Irawady dan Freddy terhadap dirinya dan kawan-kawan (dkk) sebagai pribadi, maupun KPK sebagai institusi.


"Saya sempat khawatir. Kalau uangnya tidak ketemu, kan karir saya bisa hancur. Penggeledahan sudah kami lakukan. Satu menit, dua menit dan lima menit berlangsung ... barang bukti tidak ada. Tapi akhirnya, pada menit ketujuh uangnya ditemukan. Anak buah saya, AKP Bambang, berteriak 'ada uangnya...!'," tutur Heru di persidangan.

Uang itu dibalut kertas di dalam tas kertas, sejenis tas tenteng belanjaan dari toko busana, yang terletak di dekat toilet di dalam rumah. Barulah Heru bernapas lega. Ketakutan akan tercoreng tercoreng karirnya pun hilang seketika.

Kekhawatiran Heru beralasan. Irawady Joenoes (68) bukanlah rakyat jelata. Saat itu dia adalah pejabat lembaga koasi negara, yang lantang menyuarakan penegakan hati nurani dan pengawasan kinerja para hakim di Indonesia dengan jabatan koordinator bidang pengawasan kehormatan keluhuran martabat dan perilaku hakim KY. Irawady juga pensiunan jaksa yang sering menuntut pelaku kejahatan.

Sebelum penggeledahan dilakukan penyidik KPK sempat dilarang masuk oleh pembantu yang tinggal di rumah itu. Para penyidik berkeras masuk, dan lagi-lagi ditolak bahkan oleh Irawady sendiri. "Irawady bahkan sempat menduga kami perampok. Kami kebetulan berpakaian preman," ujar Heru sembari menyebut, Irawady melarang penyidik memasuki rumah dengan alasan, rumah itu didiami orang-orang terhormat.

Kelegaan Heru kian menguat, ketika dalam perjalanan ke KPK, AKP Sugianto berhasil menemukan uang senilai 30 ribu dolar AS di kantong Irawady. Penemuan berawal dari munculnya rasa curiga pada diri Sugianto ketika melihat bagian tertentu pada bagian badan Irawady di balik pakaiannya ada yang menonjol. Apalagi saat itu Irawady bilang, "Saya tidak ikut-ikutan lho".

Dalam perjalanan, penyidik menggerayangi Irawady. "Ini apa ini kok perutnya kayak hamil begini, kok kembung. Ini apa? Ternyata setelah digerayangi ada uang dolar," kata Heru.

Heru juga mengatakan, penyergapan itu merupakan pengungkapan pertama kasus suap yang tidak direkayasa. Artinya, penyuap maupun yang disuap tidak tahu adanya aksi pengintaian. Dalam banyak penangkapan, baik yang dilakukan polisi maupun KPK, salah satu pihak namun pada umumnya korban yang diperas, sudah tahu duluan karena bekerja sama dengan aparat kepolisian untuk menjebak pemeras atau orang yang meminta suap. (PERSDA NETWOTRK/ Mohammad Abduh/Domuara Ambarita)

Tidak ada komentar: