Rabu, 23 Januari 2008

Perlu Kreasi Mencari Pasaran Baru di Negara Ladang Minyak


Maxensius Tri Sambodo,
Peneliti pada Puslit Ekonomi LIPI


Perlu Kreasi mencari Pasaran Baru di Negara Booming Minyak

DILIHAT
dari pengalaman ketika perekonomian Amerika Serikat karena bergolak diterpa krisis pasar modal yang terkenal dengan subprime mortgage, Agustus 2007, sebenarnya perekonomian Indonesia saat ini tidak begitu mengkhawatirkan. Tahun lalu, perekonomian Amerika betul-betul mengalami resesi, tetapi perekonomian kita tidak apa-apa. Dampak resesi Amerika tidak begitu besar, dan tidak signifikan. Kalau pun terimbas, hanya sedikit, dan baru terasa beberapa bulan kemudian.

Menurut saya, ancaman terbesar dan membahayakan bukan secara langsung dari resesi perekonomian Amerika, tetapi lonjakan harga minyak dunia di pasaran global termasuk krisis energi dalam negeri.

Resesi ekonomi Amerika tidak perlu ditakutkan. Tetapi dengan syarat, sejauh pemerintah dapat melihat peluang di negara-negara lain yang mengalami booming minyak. Artinya kita harus optimistis, jangan selalu pesimistis. Kalau pesimistis terus, bangsa kita tidak akan maju. Kita tetap optimistis, walaupun banyak kekhawatiran, dalam artian, optimistis dengan harus jeli melihat kemajuan di negara lain yang sekiranya dapat dijadikan tujuan pemasaran baru.

Dengan kejelian melihat pasaran lain, desesi perekonomian Amerika justru dapat dijadikan momentum mencari pangsa pasar baru, yakni ke daerah-daerah yang produksi minyaknya melimpah, yakni di kawasan Timur Tengah. Selama ini, komoditas dari Indonesia yang sudah masuk pasaran Timur Tengah adalah tekstil dan produk tekstil (TPT). Sekarang kesempatan pemerintah mencari pasaran baru untuk produk di luar minyak dan gas bumi.

Pemerintah jangan sampai dua kali kehilangan momentum, yang seharusnya dapat memanfaatkan krisis ekonomi Amerika pertengahan 2007. Di sinilah dibutuhkan peningkatan aktivitas market inteliigence, untuk menghadapi pesaing yang mirip karakteristik produknya dengan Indonesia seperti dari Vietnam, Cina, dan lain-lain.

Jadi saran saya, perlu ditingkatkan volume dan nilai ekspor produk lain ke negara lain di luar Amerika dan Jepang yang mengalami kelesuan pertumbuhan ekonomi. Kita tahu, kedua negara iatu selama ini menjadi tujuan ekspor Indonesia yang sangat dominan. Apalagi fakta menunjukkan, kecenderungan perdagangan kita ke dua negara itu terus melemah.

Penurunan volume ekspor Indonesia ke Amerika disebabkan beberapa hal. Selain karena penurunan permintaan pembeli dari negara yang bersangkutan, juga karena lemahnya daya saing produk Indonesia. Di sisi lain, produk dari negara pesaing semakin laris. Penurunan daya saing itu sudah lama, dan bahkan bisa dibilang jenuh.

Kalau kita amati, volume perekonomian turun, tetapi nilai penjualan ekspor komoditas kita masih naik, misalnya komoditas pertanian dan pertambangan. Walaupun volume peningkatan ekspor hanya sedikit, tetapi karena ada penguatan nilai tukar, maka nilai jadi meningkat tajam.

Lesunya perekonomian Amerika pun semestinya dapat dimanfaat pemerintah untuk merayu agar investor asing yang tadinya melirik pasaran Amerika dialihkan ke Indonesia. Tentu, investor akan mencari negara-negara tujuan investasi yang impaknya tidak sebesar resesi Amerika, yakni seperti Indonesia dan negara ASEAN lainnya.

Bagaimana cara menarik investor? Pemerintah perlu menggiatkan pembangunan infrastuktur percepatan pembangunan infrastruktur, menjamin kepastian Undang-undang sehingga tidak ada yang tumpang tindih, lalu mengingat kendala paling besar dalam investasi adalah pembebasan lahan maka sengketa penyelesaian/pembebasan lahan harus selesaikan secepatnya. Saya mendukung komisi nasional penangan sengketa tanah yang segera dibentuk pemerintah, semoga ini dapat membuat kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa lahan. (Persda Network/domuara ambarita)

Tidak ada komentar: