Sabtu, 10 November 2007

Tidak Malu Meminta Bimbingan Blogger Profesional

Yusril dengan bini muda, Rika. Foto Persda/Bian


Yusril Mulai Keranjingan Blog (3-Habis)

Laporan Wartawan Persda, Domuara Ambarita

KONTROVERSI identitas penulis di balik blog Yusril Ihza Mahendra berbuntut kopi darat, atau pertemuan tatap muka dengan sejumlah orang yang semula menuding Yusril hanya sebagai penyamar. Pembajak nama. Yusril dan sejumlah blogger sepakat bertemu langsung, bertatap muka di Billiton Bistro Plaza Senayan, milik Yusril. Yuril bertemu dengan Abi, Priyadi beserta istrinya Rina, Jay, Deden, dan Vavai.

Usai pertemuan itu, Yusril kembali menulis. Hingga Sabtu (10/11), Yusril baru memosting dua tulisan. Tulisan terbaru diupload Rabu, 7 November pukul 19.48 berjudul Ucapan Terima Kasih. Yusril menulis kalimat berikut, "Saya ingin mengungkapkan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, dan mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, atas segala saran, sambutan dan komentar atas blog yang baru saya ciptakan ini. Saya menyimak dengan sungguh-sungguh semua masukan yang telah diberikan. Saya menganggap semua itu sangat berharga bagi saya, sebagai seorang pemula di dunia blog."

Dia mengaku bertemu langsung dengan beberapa orang yang lebih dulu menggeluti dunia blog, namun sempat sinis menyangsikan seorang mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra akan 'turun gunung' ke komunikasi informal, yakni blog.

Yusril bercerita tentang kopi darat dengan blogger profesional. Mereka berbincang-bincang lebih satu jam. Sambil minum dan makan malam di Billiton Bistro, Plaza Senayan, Jakarta, hari Rabu malam tanggal 7 November yang lalu. Bagi Yusril, pertemuan sungguh sangat berharga. Bukan saja dapat berkenalan secara langsung dengan mereka yang telah relatif lama berkecimpung di dunia perblogan, tetapi juga dapat menimba ilmu dengan mereka.

Dengan pertemuan itu, maka segala keraguan, spekulasi dan syak-wasangka yang semula ada, dapat diakhiri. "Kalau menggunakan istilah agama, rekan-rekan itu bukan saja "ainul yaqin" (percaya karena menyaksikan dengan mata kepala), tetapi juga menjadi "haqqul yaqin" (sungguh-sungguh percaya di alam pikiran dan hati). Atas kebaikan dan saran mereka, serta rekan-rekan yang lain, akhirnya saya membuat blog saya sendiri, sebagai wahana bertukar pikiran," tulis Yusril.

"Seperti telah saya ungkapkan dalam Kata Pengantar, saya hanyalah seorang hamba Allah yang dhaif. Pengetahuan saya sangatlah terbatas. Karena itu, saya berlindung kepada Allah SWT, agar saya dijauhkan dari sikap "ngotot" dan ingin benar sendiri.

Saya selalu mengemukakan pendapat dengan dilandasi oleh suatu argumen. Kalau ternyata, dalam suatu pertukar-pikiran, saya menemukan pendapat orang lain yang didukung oleh argumen yang lebih kokoh dibandingkan dengan argumen yang saya miliki, maka saya dengan tulus dan ikhlas akan meninggalkan pendapat saya, dan mengikuti pendapat orang lain itu."

Sebelum mengakhiri ungkapan terima kasihnya, Yusril mengajak pengunjung blognya untuk tetap menggunakan bahasa yang baik, sopan dan saling menghormati, walaupun mungkin berbeda dalam mengemukakan pendapat.

"Saya mohon maaf tentang penggunaan bahasa. Beberapa rekan mengkritik saya karena bahasa saya sangat dipengaruhi oleh Bahasa Melayu klasik. Saya mohon maaf atas semua itu. Namun anehnya, beberapa tahun yang lalu, saya dan Susilo Bambang Yudhoyono, pernah diberi penghargaan oleh Pusat Bahasa, sebagai penguna Bahasa Indonesia yang baik. Saya sendiri sebenarnya heran dengan penghargaan itu," kata Yusril.

2 komentar:

Muhammad Rivai mengatakan...

Kata "Sinis" dan "Menuding" mungkin kurang halus kali ya Mbak :-).

Pada dasarnya, keraguan itu-seperti yang saya tuliskan pada blog saya-adalah sesuatu yang wajar karena beberapa alasan.

Meski demikian, respon pak Yusril yang positif sudah memperjelas kesemuanya.

BTW, thanks buat reportasenya. Panggilan saya tetap Vavai, bukan Vavay :-D

Salam dari Bekasi

domu.damianus.ambarita.blog mengatakan...

Bung, Vavai terima kasih atas masukan Anda. Tidak maksud untuk bombastis, apalagi sarkarme.

Maafkan, jika kata "menuding" itu kata terasa menyinggung. Saya kebetulan terbawa ritme kawan-kawan jurnalis, yang memakai kata itu.

Sekali lagi, terima kasih atas usul dan koreksi anda.

Sebagai informasi, saya ayah dari dua anak, jadi nama terkesan perempuan karena nama terkahir "Ambarita". Itu adalah marga atau fam, asli dari pulau Samosir. Kalau sesekali berwisata ke Danau Toba, lalu menyeberang ke Pulau Samosir, di sana ada satu kecamatan Ambarita, dari sanalah asal-usul saya.