Kamis, 08 November 2007

Daya Saing

MINGGU (4/11/2007) pagi, saya mampi ke warung mini X-Mart di jalan Mandala Utama, kompleks Pondok Tirta Mandala Depok, akses menuju jalan raya. Pagi itu, saya akan memperkuat tim Futsal Persda pada turnamen yang diselenggarakan XL di lapangan milik TNI di Pancoran.

Mengingat kebiasaan lama, saya sesekali menenggak Kratingdaeng. Caranya ambil dua butir telur ayam kampoeng mentah, semua kuning dan putih telur, tuangkan ke dalam gelas lalu masukkan Kratingdaeng secukupnya. Dulu, sayabiasa satu botol sekaligus, sekarang separuh saja, karena sudah lama tidak melakukan itu ada sedikit perasaan was-was. Kalo-kalo…..

Hap…. Tangan kiri saya langsung menyambar sebotol minuman itu dari gerai X-Mart. Kemudian tangan kanan merogoh saku, menyodorkan uang pecahan Rp 50.000. Seorang laki-laki pramu niaga dengan mimic dan perkataan yang kurang bersahabat berkata, “belum ada kembalian bang. Baru buka.” Saya menggerutu.

“Masa? Minimarket nggak punya kembalian untuk uang Rp 50 ribu?” “Iya,” kata sembari segera menyambar sebotong energy drink yang sedianya saya beli. Saya sempat menoleh harga tertulis pad label, per botol Rp 2.950. Dalam bathin, bagaimana mau bersaing, urusan pecahan saja nggak bisa diatasi.

Seingat saya, X-Mart merupakan warung kesekian kali di tempat atau di bangunan yang sama. Rasanya sudah tiga kali gonta-ganti pengelola warung mini di tempat yang sama. Sebelum ini, bahkan sempat dilengkapai arena ketangkasan dan permainan anak-anak untuk memikat pembeli, tapi rupanya tidak cukup memiliki daya saing.

Sepekan sebelum Lebaran lalu, warung mini, Indomart diresmikan operasionalnya di jalan yang sama. Lokasinya lebih strategis. Boleh di bilang di mulut jalan. Ketika orang baru tiba dan masuk ke komplek, sangat pas untuk mampir berbelanja. Demikian juga penghuni kompleks yang hendak keluar, dan sebelum naik Angkot, jika membutuhkan sesuatu boleh mampir dulu ke tempat ini. Di depan Indomart, ada pangkalan becak yang sudah belasan tahun beroperasi.

Lokasi Indomart jauh lebih strategis dibandingkan dengan X-Mart, yang jaraknya sekitar 50 meter kea rah kompleks. Para pakar mengatakan, dalam merencanakan produksi sebaiknya pengusaha memikirkan jauh hari tentang bauran pemasaran (market mix) yakni: Product, Place, Price and Promotion.

Dalam hal ini, posisi X_Mart kalah beruntung dibandingkan Indomart. Tamu, atau warga yang sudah naik becak, tentu agak tak enak hati turun dari tumpangannya untuk singgah ke X-Mart. Demikian orang kompleks, kadang terlupakan untuk membeli sesuatu, atau kalau ingat mungkin memutuskan membeli di tempat lain karena X-Mart persis berada di tikungan dan jalan agak sempit.

Studi kasus dari perbandingan ini fokus dan lebih berarti pada hari-hari terakhir setelah Indomart beroperasi di dekat X-Mart. Dalam istilah persaingan terbuka atau persaingan sempurna, pembeli/pengguna idealnya diuntungkan karena produsen atau penjual berlomba memberi yang terbaik dengan harga bersaing lebih murah.

Namun apa yang saya tangkap dari pengelola X-Mart, tidak mencerminkan pemahaman pada pembeli adalah raja. Bukan hanya uang pecahan yang tidak siap, tetapi harganya pun terpaut lumayan bear Rp 300 atau 10,16 persen untuk produk seharga di bawah Rp 3.000.

Lengkaplah sudah, lemahnya daya saing X-Mart: lokasi (place), harga (price), dan keramahan kepada konsumen. Saat ini, penolakan terhadap globalisasi masih sering kita dengar. Dari elite politik, pemuka agama yang elitis-politik, individu lepas individu yang coba membentengi warganya dengan doktrin Bangsa Kita Lebih Hebat dari Bangsa Lain, Itu Budaya Barat Tidak Cocok dengan Kita jadi Jangan Ditiru, Kepentingan Global Masuk untuk Merusak Mari Kita Lawan, dan lain sebagainya.

Sebetulnya tidak demikian. Suka tidak suka, mau tidak mau, globalisasi, liberalisasi, kapitalisasi tidak dapat dihindari. Dia sudah ada di sekietar kita, bahkan sudah bercokol di tengah sanubari, rumah tangga, dan masyarakat kita. Jangan berlari, jangan sembunyi, sebab itu hanya memperburuk keadaan dan menjadi bom waktu.

Mari hadapi dengan perkasa. Agar tidak menjadi pelengkap penderita, tak ada kata lain kecuali memperbaiki mutu entah produk maupun jasa yang berdaya saing tinggi dan murah. (domuara ambarita)

Tidak ada komentar: