Oleh Domu Damians Ambarita
A. PERS DARI MASA KE MASA
Kolonial: Komunikasi Antarpenjajah
1676: Kort Bericht Eropa (berita singkat dari Eropa), memuat berita perkembangan terkini dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Denmark dicetak di Batavia.
{Dr De Haan dalam buku "Oud Batavia" (G. Kolf Batavia 1923)}
1744: Bataviasche Nouvelles memuat berita tentang acara resepsi pejabat, pengumuman kedatangan kapal, stok barang dagangan, atau berita dukacita.
Masa Perjuangan: Kemerdekaan 1903: Surat kabar pertama yang dikelola pribumi di Bandung, Medan Prijaji .
- Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra).
- Pemimpin redaksinya R M Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.
- Dia boleh dikata merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan.
- Lahirnya Kebangkitan Nasional
- Mengumandang Sumpah Pemuda
- Terbitnya kebebasan, Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Soekarno (17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967)
- Di awal pemerintahannya menjanjikan keterbukaan pers, berbeda dari zaman kolonialDalam perjalanannya, pers berhadapan dengan rezim penguasa: revolusi belum selesai.
- Kritik pedas dianggap berseberangan dengan revolusi, dan dicap kontra revolusioner.
- Tahun 1954, Persbreidel Ordonantie dihapus, tapi SOB (Staat van Oorlog en Beleg)
- SOB peninggalan penjajah berisi pasal pasal karet untuk mengontrol pers
- Belum berusia lima tahun pemerintahan, lebih dari 10 suratkabar dibredel seperti Pedoman, Bintang Timur, dan Indonesia Raya.
- Tekanan politik semakin besar ketika Demokrasi Terpimpin
- Pers harus berada dalam landas pacu sosialisme, atau dianggap musuh revolusi.
- Pers pada akhirnya tak lebih dari alat propaganda negara untuk keperluan penyebar luasan manifestasi politik rezim penguasa dalam menyikapi perang dingin.
Soeharto (12 Maret 1967 – 21 Mei 1998)
- Deppen, Laksus & Kokamtib lembaga superbody, hantu pencabut nyawa pers Bredel senjata ampuh mengerangkeng pers dan wartawan11 kali membredel 33 penerbitan
- Merumuskan sistem pers Indonesia yakni Pers Pancasila.
- Pers menjadi corong pemerintahCampur tangan birokrasi dan militer sangat jauh ke dapur redaksi
- Hanya mengeluarkan 241 perizinan selama 32 tahun berkuasaaDalam 28 tahun, hanya satu organisasi wartawan, PWI. (Deklarasi Sirna Galih, AJI, 7 Agustus 1994 atas pembredelan Tempo, Detik, dan Editor).
BJ Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
- Pemicu pembredelan Tempo (ketika menjabat Wapres)Era Reformasi tibaEuforia sosial & politik
- Membuka celah kebebasan pers dengan menerbitkan UU Pers No 40 tahu 1999
- Pers mulai bebas dan terbuka.
- Permenpen No 01/1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), dicabut pada 5 Juni 1998
- Setahun kemudian diberlakukan UU No.40/1999 tentang Pers September 1999.
- Lebih dari 1.600 SIUPP baru dikeluarkan Mei 1998-Agustus 1999
Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
- Giliran Deppen yang dibredel, Oktober 1999
- Pembubaran Deppen menandai hilangnya kontrol negara terhadap pers
- Selanjutnya kontrol pers beralih ke tangan masyarakat
- Presiden menghilangkan birokrasi terhadap wartawan di istana
- Jumpa pers setiap Jumat
- Kebebasan pers banyak dikecam “kelewat batas” dan chaotic. Lalu KEWI disepakati dan ditandatangani wakil dari 26 organisasi wartawan
- Jawa Pos diduduki massa Banser NU 6 Mei 2000. SCTV dipaksa FPI menghentikan penayangan opera sabun, Esmeralda, 4 Mei 2000.
- Kembalinya media partisan, antara lain Amanat milik PAN, Duta Masyarakat (PKB), Demokrat (PDI-P), Abadi (PBB) dan Siaga (Golkar).
Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004) - Di awal berkuasa malau-malu dan tertutup di muka pers
- Pers tak terkontrol, kebablasan
- Di akhir kekuasaan, saat Kampanye Pilpres 2004 merasa ditinggalkan dan dianaktirikan pers
Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 – ...)
- Kritik pers terhadap pemerintah tetap menguat
- Presiden dinilai banyak mengingkari janji kampanye
- Presiden dinilai Tebar Pesona
- Pemerintahan SBY-Kalla tidak coba mengurangi kebebasan pers, misalnya meminta pers secara cermat dan adil memberitakan kebijakan pemerintah dan mengumpulkan para pemimpin redakti dan pemilik media massa
B. PERUBAHAN SUDAH DATANG
John Naisbitt: Global Paradox (tahun 1994) - "Dalam jaringan ekonomi global abad ke-21, teknologi informasi akan menjadi motor perubahan seperti dahsyatnya perubahan yang diusung mekaniasi dalam era industri"
- Digitalisasi akan membuat komunikasi serba real time… persoalan bisnis yang lazimnya baru dapat diselesaikan setelah berbulan-bulan, ke depan akan segera dapat diselesaikan bersama pihak-pihak terkait berdasarkan data base yang ada, dan segera disebar ke internet
- Ekonomi dunia memang akan lebih beasr, tetapi hanya sekelompok orang kecil yang akan berkuasa penuh
John Naisbitt: Mind Set! Reset Your Thingking and See the Future (2006)
Tentang perubahan: Resistensi terhadap perubahan berhenti jika ada manfaat nyata. Jelasnya, orang ingin maju biasanya tak menolak perubahan karena tidak tahan terhadap perubahan tapi karena melihat perubahan itu menawarkan manfaat
Tentang Teknologi:
Jangan lupakan ekologi teknologi. Sebab kemajuan di bidang teknologi seringkali membawa konsekuensi yang tak terelakkan. Menurut naisbitt, budaya visual akan mengambil alih dunia. Pengambilalihan itu digambarkan dengan kematian novel (setelah diadaptasi jadi film), kematian koran (diganti tv atau internet) dan kematian iklan baris.
C. OTONOMI DAERAH
- Desentralisasi pemerintahan hanya 6 Departemen yang kewenangannya masih ada di Jakarta (walaupun menurut Sultan, masih ada 29 depertemen yang dananya dikelola ’kasir’ di Jakarta)
- Demam kebebasan dirayakan masyarakat dengan memunculkan partai-partai politik baru, termasuk partai politik lokal
- ’Cinta’ daerah diiukiti sentimen kedaerahan semakin kentalPemilu legislatif menganut sistem proporsional dengan daftar calon terbuka: memungkinkan berkampanye sendiri-sendiri
- Muncul raja-raja baru di pulau kecil: Gubernur, Bupati, Walikota
- Banyak pemimpin berlatarbelakang dari pegusaha
- Calon perseorangan boleh maju dalam Pilkada
- Semua ini menambah belanja domestik, termasuk untuk iklan di media massa
D. MEDIA CETAK, TV DAN WEBSITE
1. Koran - Secara nasional oplah produk pers masih rendah, yakni 17,374 juta eksemplar (6,026 juta eksemplar harian), rasio 1:38, sedangkan standar UNESCO 1:10. Rasio pembaca koran di Malaysia 1:20, Singapura 1:8, di Jepang satu orang membaca 3- 4 koran atau 3:1.
- Direktor Eksekutif Serikat Penerbit Surat Kabar Pusat (SPS) Asmono Wikan (Kompas, 5/12/2007) mengatakan jumlah terbitan secara nasional stagnan pada angka 17 juta eksemplar, khusus surat kabar turun oplah sekitar 1 juta eksemplar. Penambahan terjadi pada majalah-majalah franchise.
- Abdullah Alamudi dari Dewan Pers mengatakan, jumlah perusahaan media cetak data 31 Januari 2008, ada 829 perusahaan, dan hanya 30 persen yang sehat bisnis. Sisanya, separuh sakit parah dan lainnya menunggu ajal (data 31 januari 2008).
- Harga kertas koran naik., 1 April naik lagi menjadi Rp 8.000/kg (termasuk PPN)Penerbit koran menyubsidi pembaca, tetapi karena harga kertas dan bahan baku cetak terus naik, biaya produksi menjadi mahal.
- Menaikkan harga langganan 10 persen, mengakibatkan penurunan oplah lebih dari 10 persen. ”Jika 10 tahun lalu kita mengatakan penurunan oplah akan recover (pulih) kurang lebih satu bulan, saat ini membutuhkan waktu lebih dari satu tahun. Itu sebabnya, rekan-rekan penerbit koran tidak mudah menaikkan harga langganan,” kata CEO Kompas Gramedia/Wakil Pemimpin Umum Kompas, Agung Adiprasetyo.
- Pelanggan koran sebenarnya hanya membayar 16 halaman kertas kosong, belum membayar cetak, ongkos kirim, belum uang makan karyawanMulai muncul koran elektronik (electronik news paper) dengan lembaran plastik
2. TV - Budaya membaca bergeser ke budaya menonton televisi
- Tontonan televisi dianggap lebih menarik karena disajikan dalam bentuk gambar bergerak, sementara surat kabar lebih banyak menampilkan kata-kata yang harus dibaca jika ingin mengetahui isinya.
- 2006: Stasiun televisi yang mengajukan perizinan sebanyak 46 . Siaran televisi berbayar ada 17 perusahaan mengajukan izin, 3 di antaranya sudah diberi izin
- 2007: Tahun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima pengajuan surat permohonan izin siaran dari 158 stasiun televisi
- Tayangan tanpa parabola dan langganan, lintas benua yakni tv streaming
3. WEBSITE/ INTERNET
Prof Thomas Patterson dari Shorenstein Center on the Press, Harvard University, mengatakan penggunaan online makin meningkat, dan seiring itu, audiens media lama menurun.
- Kurun waktu April 2006-April 2007, oplah koran turun tiga persen sedangkan siaran berita kehilangan sejuta pemirsanya. Jumlah orang yang menggunakan Internet untuk sumber berita telah meningkat, bahkan dalam beberapa kasus, terlihat jelas.
- Digg.com, yang pengunjungnya memilih isi situs, pada April 2006 dibuka dua juta pengunjung, setahun kemudian, jumlah pengunjungnya 15 juta.Berita online rata-rata mengalami pertumbuhan pengunjung sebanyak 14 persen sedangkan pengunjung blog rata-rata bertambah enam persen.
- Situs Google, Yahoo, AOL dan MSN, setiap bulan dibuka 100 juta pengunjung, jauh di atas pengunjung situs web jaringan televisi besar yang hanya 7,4 juta per bulan.
- Situs web harian kondang seperti New York Times dan Washington Post, rata-rata dikunjungi 8,5 juta pengunjung setiap bulannya.
- Namun, situs koran lokal mengalami penurunan atau tidak bertambah pengunjungnya, padahal mereka tadinya adalah pembaca edisi cetak.
- Sejak 1995: Demam internet di Indonesia Kehadiran Apakabar, mailing-list yang dikelola John McDougall dari Amerika.
- Melalui Apakabar berbagai pandangan disebarkan, dari yang paling radikal hingga puritan, dari aktivis pro-demokrasi sampai aparat intel-militer. Selain berisi polemik berbagai pendapat dan pandangan, Apakabar juga menyebarkan informasi dari media massa, dalam dan luar negeri, yang berkaitan dengan situasi terbaru di Indonesia. Sensor yang menjadi kebiasaan rezim Soeharto, tidak bisa diterapkan di internet.
- Teknologi multimedia (website, 3G ponsel, game, dll), berkembang pesat, sebagai sumber informasi alternatifSitus portal menjamur, semua Koran punya portal, bahkan banyak portal baru Tren citizenship journalism: blog, frienster, facebook, website komersial, kamera tangan, PDA, Blackberry/3G, VoIP-Wi-Fi
E. KORAN LOKAL VS KORAN NASIONAL - Dulu ada fatsoen, koran nasional tidak boleh menerbitan koran lokal, bila sudah ada koran di kota itu.
- Sekarang iklim bisnis surat kabar bersaign ketatKoran nasional kini berhadap-hadapan dengan koran lokal. Koran lokal harus memeras otak agar tidak terjebak dalam persaingan yang bisa menjatuhkan pasar yang telah lama direngkuh. Koran nasional disokong kapital besar, jejaring, strategi pemasaran, dan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi lebih baikSolusinya adalah, koran lokal bermitra dengan koran nasional, atau setidaknya membuka jaringan seluas-luasnya.
Peta Koran Lokal
1. Pikiran Rakyat (PR), Jabar-Banten
- Terus melakukan revitalisasi penerbitan surat kabar yang telah dimilikinya, yakni Galamedia, Mitra Bisnis, Galura, Mitra Dialog (Cirebon), Priangan (Tasikmalaya) dan Fajar Banten.
- Strategi lain PR ialah mengembangkan suplemen reguler. Koran ini menerbitkan 11 suplemen reguler yang memiliki jadwal terbit setiap pekan.
- Menggarap wilayah-wilayah potensial Jabodetabek, PR mengeluarkan suplemen khusus kawasan yakni Pakuan (Bogor, Cianjur dan Sukabumi) dan juga Purwasuka (Bekasi, Purwakarta, Karawang dan Subang).
2. Sumatera Ekspres, Palembang
- Strategi lain adalah dengan menerbitkan koran-koran kecil di kota-kota yang terbilang potensial dari sisi pembaca maupun pengiklannya. Konsolidasi dengan menerbitkan koran-koran kecil seperti Linggau, Prabumulih, dan Ogan Komering Ulu.
3. Banjarmasin Post, Kalsel – Kalteng
- Ketika reformasi bergulir, BPost melahirkan produk baru yakni Harian Metro Banjar membidik berita-berita kota dengan SES BC-CD, tabloid BeBas (remaja) dan tabloid Serambi Ummah (Islam)
- Bumper BPost dari sasaran langsung pesaingMemberi 'mainan baru' buat personel BPost sekaligus kaderisasi 4. Bali Post
- Konvergensi dengan TV dan ekspansi ke daerah-daerah lain seprti Bandung TV, Yogya Tv, dllMemelopori free newspaper seperti koran Bisnis Jakarta, Bisnis Bandung, Bisnis Surabaya, dan Bisnis Makasar walaupun dengan edisi terbatas
5. Jawa Pos - Mengembangkan koran baru Radar kota
- Akuisisi koran-koran lama yang sedang bermasalah
- Mebangun TV lokal seperti JTV, Riau TV, Paltv
6. Koran Edisi Regional - Seperti: KOMPAS edisi Jabar, Jateng-DIY, Jatim, Kalimantn, Sumbagut, dll
- Koran koran Persda Network memiliki 14 jaringan koran:
- Tribun Batam | http://www.tribunbatam.co.id
- Tribun Pekanbaru | http://www.tribunpekanbaru.com
- Tribun Jabar | http://www.tribunjabar.co.id
- Tribun Kaltim | http://www.tribunkaltim.com
- Tribun Timur | http://tribun timur.com
- Tribun Pontianak (segera launching)
- Sriwijaya Post | http://www.sripo online.com
- Bangka Pos | http://www.bangkapos.com
- Pos Kupang | http://www.indomedia.com/poskup
- Banjarmasin Post | http://www.banjarmasinpost.co.id
- Serambi Indonesia | http://www.serambinews.com
7. Media Nusantara Citra (MNC)
Sindo dengan grup RCTI, TPI, Global Tv, Indovision, Radio Trijaya, Okezone.com
F. IDEALISME, OPLAH & IKLAN 1. Narasumber, & Pengiklan
- Pers mirip sebuah bank. Erat hubungannya dengan kredibilitas di mata publik. Jika kredibel tinggi, beritanya dapat dipercaya, akurat, berimbang tidak sekadar berita bombastis. Maka media itu akan memiliki banyak pembaca.
- Ada yang ’sangat intim’ dengan mitra seperti narasumber dan pemasang iklan
- Persda Network memilih Friendly Newsaper; Kredibel dan Independen
- Maika Randini, Business Development Manager Nielsen Media Research Indonesia mengatakan belanja iklan 2007 mencapai Rp 35,1 triliun, naik 17 persen dibandingkan sebelumnya, Rp 30 triliun.
- Belanja iklan mencakup 82 koran, 19 stasiun televisi, dan 127 majalah dan tabloidBelanja iklan masuk ke televisi mencapai 66 persen, koran 30 persen, dan majalah serta tabloid 4 persen.
- Lonjakan pertumbuhan koran pemasukan iklannya naik 31%, televisi hanya 12% dan majalah 10%. Rinciannya, belanja iklan TV tahun 2007 Rp 23,12 trilun, atau meningkat 13% Dibandingkan dengan belanja iklan pada jenis media lain, persentase belanja iklan untuk media TV justru merosot, dari 69% (2006) menjadi 66% (2007). (Sumber Indonesia)
- Pemasang iklan pada tahun lalu didominasi perusahaan telekomunikasi yang mengeluarkan biaya iklan Rp 2,7 triliun, naik 40% Pemerintah dan organisasi politik belanja iklannya mencapai Rp 1,3 triliun, melonjak 74% dari Rp 751 jutaPosisi ketiga diisi berbagai organisasi untuk menyosialisasikan kegiatan corporate social responsibility (CSR) dan aktivitas sosialnya senilai Rp 1,3 triliun.
2. Belanja Iklan Politik Meningkat (KOMPAS.com, Jumat, 25 April 2008)
- Belanja iklan parpol masa kampanye Pemilu 2009 diyakini melonjak dibandingkan Pemilu 2004. Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) RTS Masli, mengatakan, lonjakan belanja iklan menjelang Pemilu 2009 didorong pengalaman parpol pada kampanye menjelang Pemilu 2004. Partai- partai yang paling banyak beriklan mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan anggota legislatif.
- Survei Nielsen Media Research menunjukkan, selama kampanye Pemilu 2004, belanja iklan PDIP senilai Rp 39,25 miliar, sedangkan Partai Golkar Rp 21,75 miliar. Total belanja iklan kampanye Pemilu 2004 Rp 3 triliun, melonjak 10 kali lipat dibandingkan realisasi belanja iklan Pemilu 1999.
- Belanja iklan pada masa kampanye Pemilu 1999 diperkirakan Rp 35,69 miliar.Lonjakan belanja iklan Pemilu 2009 akan dipicu masa kampanye yang jauh lebih panjang (9 bulan, dari 8 Juli 2008 sampai 1 April 2009) dibandingkan dengan masa kampanye pada pemilu sebelumnya.
- Chairman and World President International Advertising Association (IAA) Indra Abidin mengatakan, iklan untuk kepentingan kampanye pilkada, pemilu legislatif, dan pemilihan presiden merupakan lahan baru bagi perusahaan periklanan.
- Saat ini perusahaan periklanan sedang mengkaji jenis iklan politik sebagai produk baru yang digarapMenurut Indra, pemanfaatan iklan dalam masa kampanye juga akan lebih efektif dan aman bagi masyarakat dibandingkan dengan pengerahan massa.
3. Iklan Media Lokal Diprediksi Melonjak
TEMPO Interaktif, 3 Januari 2008
- Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) memprediksi iklan media lokal tahun ini meningkat tajam.
- Penggunaan media lokal dinilai lebih cocok untuk menyentuh pasar sesuai dengan karakter daerah.
- Sekretaris Jenderal PPPI, Irfan Ramli, menuturkan produsen pengguna jasa layanan biro iklan membidik peluang periklanan di daerah. “Pengusaha berpandangan lebih baik fokus pada daerah yang penjualannya masih kurang,” kata Irfan.
- Apalagi ongkos iklan di media nasional tak sebanding dengan kemampuan media menggaet konsumen di daerah tertentu. Tapi Irfan tak bisa memastikan besaran peningkatan penggunaan media lokal sebagai sarana iklan. Ia mengingatkan, potensi peningkatan iklan lewat media lokal sangat bergantung pada kemampuan media itu menyediakan konten yang menarik pasar. Itu sebabnya, media lokal tetap dituntut kreatif untuk menggaet pengiklan.
- Hasil penelitian AGB Nielsen, (Januari-Juni 2007) di 10 kota besar menunjukkan peningkatan iklan di televisi lokal. Sepuluh kota itu adalah Jakarta, Bandung, Denpasar, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Palembang, dan Banjarmasin. Kecuali televisi lokal di Bali (Bali TV), rata-rata televisi lokal lainnya naik perolehan iklannya. Jaktv yang semula hanya 29.964 menjadi 35.447 kali tayang, Bandung TV dari 11.019 menjadi 14.704 kali tayang.
- Adapun Cakra (Banten) dari 5.807 menjadi 11.572, Jtv (Surabaya) 35.092 menjadi 39.987 kali tayang, Yogyakarta dari 18.486 menjadi 25.167. Sedangkan Bali TV semula 36.225 turun menjadi 32.428 kali tayang. Direktur Jogja-TV, Dewa Made Budi, mengungkapkan pendapatan iklan di stasiunnya naik 18,5 persen tahun lalu, jika dibandingkan 2006 yang Rp 1,34 miliar.
- Setengahnya pesanan dari Jakarta. “Iklan nasional meningkat seiring kepercayaan pengiklan bahwa televisi lokal sanggup memasarkan,” katanya kepada Tempo. Jogja-TV mentargetkan tahun depan pendapatan iklan naik 30-40 persen. Namun, porsi iklan nasional di Bandung-TV tak beranjak dari 15 persen. Meski secara keseluruhan pendapatan iklan meningkat 40 persen.
G. TIPIKAL WARTAWAN EKONOMI - Pengalaman pada media market leader (Banjarmasin Post) dan new comer (Metro Bandung/Tribun Jabar)
- Tidak mudah menembus akses. Istilah-istilah asing dan baru, angka dan data, harga
- Sence of business filling rendah vs euphoria demokrasi tinggi
- Wartawan politik lebih mudah, talking news, politisi lebih ember Kritik sosial (social control) haram hukumnya pada rubrik ekonomi,
- Menjaga Kredibilitas dan integritas
- Friendly newspaper, friendly people
- Memiliki Kredibel
- Menjaga integritas
- Katakan No amplop.
- Katakan dengan tegas dan jelas kepada narasumber, bahwa tujuan anda mencari berita, bukan tujuan materi atau uang
- Bina kontak dengan narasumber, dengan memberi SMS, email atau menelpon secara konsisten untuk menjaga relasi
H. KESIMPULAN - Budaya baca masyarakat berubah menjadi gemar menonton
- Tayangan tv lebih colorfull dan bergerak, sedangkan koran lebih banyak teks
- Koran nasional (bersaing dengan tv, radio, sehingga agak kelimpunganSolusi adalah koran regional: proximity, ikatan emosional, dan pengiklan
- Otonomi daerah: Pilkada, PAD, dan Pemilu Legislatif yang memungkinkan orang per orang maju berkampanye sendiri-sendiri, juga majunya calon perseorangan
- Menonon tv dan mendengar radio dapat sambil lalu, tetap menekuni pekerjaan
- Sedangkan membaca koran, perlu konsentrasi dan meninggalkan pekerjaan lain (kecuali makan dan di toilet)Isi dan berita tv/situs Internet lebih ringkas, tidak bertele-tele dibandingkan koran
Oleh Domu Damians Ambarita Wakil Kepala Biro Redaksi Persda Jakarta
Kamis, 05 Juni 2008
KORAN LOKAL BEREBUT KUE OTONOMI DAERAH
Posted by
domu.damianus.ambarita.blog
at
6/05/2008 08:24:00 PM
0
comments
Labels: Suluh Sukma
Rabu, 04 Juni 2008
Lepas, Tanpa Beban
* Tips Menaklukkan Rasa Grogi di Hadapan Publik
KOMENTATOR sepakbola di televisi kerap kali kita dengar melontarkan analisisnya terhadap penampilan satu klub underdog tapi tampil memukau dan mengatasi klub perkasa dan ternama pada partai final. Tim ini di pasar taruhan tidak diunggulkan sama sekali. Sang komentator menilai, klub lemah itu mampu tampil kompak, dan kuat saat bertahan, dan efektif menyerang karena tampil lepas, tanpa beban. Nothing to lose.
Bagi para pemain klub ini, misalnya, maju ke babak final pun sudah melampaui taget, jadi andai kalah di final tidak soal, yang penting tampil sekuat tenaga, konsentrasi, dan sebaik mungkin.
Sebaliknya, klub ternama dan diunggulkan memenangi laga, tampil jauh di bawah form. Di luar dugaan pengamat dan penikmat sepakbola, dari yang biasanya pertahanan gerendel, dan kokoh, serangan cepat dan tak kenal lelah, striker setajam silet, namun kali ini grogi dan mandul. Amburadul lah pokoknya.
Untuk klub ini, hebat yang diisi para pemain kelas dunia ini, pengamat mengatakan, mental pemain terlalu terbebani sehingga tertekan dan tak dapat bermain bagus. Sebelum turun ke lapangan hijau, mereka dicekoki target "harus juara".
Strategi tampil lepas, tanpa bebas ini saya coba terapkan, Selasa (3/6/2008). Di Ballroom Teluk Jakarta Hotel Mercure Ancol, sejulah kurang lebih 40 praktisi perbankan dari BNI sedang mengikuti pelatihan kehumasan.
Dalam presentasi, saya bangga, bukan sombong, karena ternyata saya betul-betul bisa. Bisa menundukkan rasa malu saya, menguasai grogi saya, menaklukkan ketakutan saya. Ini terlihat dari banyaknya feedback, berupa pertanyaan-interaksi.
Bahkan saya sedikit kagok, dua jam sudah habis, saat seorang dari meja yang dekat panitia mengacungkan tangan, saya stop pembicaraan dengan asumsi sudah habis waktu. Ternyata dugaan saya meleset.
Orang yang mengacungkan telunjuk bukan menginterupsi waktu, melainkan menambah pertanyaan walaupun jatah waktu sudah lewat. Ini yang paling seri, para Kanwil dan VIP itu mendatangi saya, maaf, bahkan seperti mengerubut untuk bertukar kartu nama.
Saya belakangan mendapat informasi dari kawan saya, Ewa, panitia dan audiens merasa puas, metode saya tidak membosankan, dan materi sesuai fakta, bukan teori, dan lebih-lebih memberi solusi mengatasi wartawan nakal.
Sedikit pun hati saya tidak ada maksud congkak dengan informasi dari mas Ewa di mana panitia dan peserta pelatihan merasa terpuaskan dan berjanji mengundang lagi pada acara lainnya, tetapi setidaknya mebuat saya bangga pada sugesti kata-kata, kalau kita bilang bisa, pasti bisa, perosalnnya bukan tidak bisa tapi tidak mau. "Terima kasih Tuhan."
Berikut adalah beberapa usaha yang saya lakukan mengatasi grogi atau gugup di depan umum, hari itu.
1. MENELADANI NABI 'MUDA'
"Saya bisa. Saya harus mampu. Yesus Kristus saja memimpin sejak usia muda. Dia berdiri di tengah ribuan orang tua muda, laki perempuan, mengotbahi mereka dan menuntun pada para perubahan sikap-paradigma, sebelum Yesus mati di kayu salib pada usi 30 tahun. Dia seorang guru sekaligus gembala yang baik."
Saya kemudian meneladani Nabi Muhammad Saw saja telah memimpin sejak usia 24 tahun dan kemudian menjadi rasul. Saya kutip dari syiar kia Ahmad Mustofa Bisri (http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis⊂=2&id=334), 'sabda Nabi Muhammad: Yassiruu walaa tu'assiruu (Buat mudahlah dan jangan mempersulit).
Pagi itu saya bangun. hanya sedikit beban. Sehabis mandi, saya serapan bersama Ewa. Sejak dari lift sampai ke meja makan, saya bertemu dengan para VIP BNI. Mereka tampil perlente. Dasi melintang dileher, menggantung di dada, jas, kemeja diseterika rapi, rambut tersisir berminyak, sepatu mengilap dll. Mencleng lah pokoknya.
"Siapa pembicara pertama pagi ini," tanya yang satu kepada yang lain. "Dari Persda, Grup Kompas Gramedia," kata yang lain. Saya dengan kebiasaan 'buruk', menunduk sambil tersipu.
Malam sebelumnya, urusan dalam perut agak kurang berse. Sering ke belakang. Di ruang sarapam hotel, makanan tentu 'lezat-nikmat', seperti ucapan khas putriku, Elisabeth Uli. tapi saya menahan diri, dan hanya menyantap seporsi bubur ayam.
2. TATAP SEISI RUANGAN
Saya cepat-cepat menyelesaikan serapan. Dari basement, segera bergegas ke ruang Teluk Jakarta, ke ruang pelatihan. Saya mengikuti nasihat guru sipirutal dan pengamat inteligen, Grand Dynno Cresbon, yang pernah saya tangkap diucapkan kepada seorang sahabat, "Sebelum tampil berbicara, agar tidak grogi, tinjau lebih dahulu arena siang atau ruang pertemuan. Ruangan dalam keadaan kosong pun tak apa-apa, yang penting agar aura, dan tatapan mata tidak asing. Kemudian sesampainya di depan hadiri, tataplah mata tetamu, secara horizontal 'taklukkan' semua mereka. Itulah kiat atau tips mengatasi grogi saat berbicara apda seminar atau forum besar."
Saran itu 100 persen saya terapkan. Belum ada perserta duduk di kursi, keculai karyawan hotel yang menjagai lokasi pelatihan dan seorang teknisi IT, saya langsung masuk. Dengan pede saya memasuki ruangan, menatap seisi ruang dengan yakin, setelah cukup yakin saya serahkan materi powerpoint.
3. BERNYANYI NYARING
Lalu saya ke kamar 633. Kok ternyata masih agak nervous. Saya pun menggunakan jurus lan, bernyanyi lagu riang dengan suara lepas, teriak sekencangnya. "Jangan ada beban. Ayo, kita bisa," ajakku pada hatiku sendiri untuk menyemangati. Dua lagu berlalgu, kemudian bergabung ke Teluk Jakarta di lantai I, di sana para peserta sudah menunggu.
Betul, saya tampil lepas. Bak presenter ulung, atau motivator yang acapkali dari mimbar ke mimbar berceramah, saya tampil pede. Di podium, sederet meja dengan empat kursi disediakan. Saya tidak duduk di sana, saya ambik corong mikrofon wireless, mengenalkan diri, dan berlenggak-lenggok di hadapan para bos BNI di floor.
3. PEKIK KEMERDEKAAN
Saya berusaha mempengaruhi mental para hadirin dengan melibatkan mereka secara emosional, bahwa mereka sejiwa dengan saya. Mereka satu semangat dengan saya, semangat nasionalisme. Saya cari cara, meneriakkan yel-yel kebangsaan. (Andai saya satu perusahaan dengan mereka, barangkali kultur atau semboyan internal perusahaan dapan dijadikan pekikan yel-yel).
"Berhubung hari ini masih awal Juni, hari lahirnya Pancasila baru kita peringati kemarin, dan hari Kebangkitan Nasional pun lama berlalu, maka masilah kita teriakkan pekik Merdeka. Saya bukan politisi PDIP yang suka memekikkan Merdeka, tapi saya seorang yang cinta bangsa ini," kataku disambut peserta. Bahkan ada yang minta agar pekikan Merdeka diulang dan tangan dikepal dan diayunkan lebih tinggi ke angkasa. Hahahah sungguh menakjubkan..
4.AHLI DI BIDANGNYA
Saya sadar betul, audiens di hadapan saya bukan orang-orang semabarangan. Secara ekonomi dan pengalaman, di bidang perbankan, pasti mereka unggul. Mereka bukan pemula. Melainkan para 'Panglam', Kepala wilayah, asisteant vice president dan manager dari 12 kantor wilayah BNI di seluruh Indonesia. Praktisi perbankan senior, leader, top management. Sisanya dari kantor pusat BNI di Jakarta.
Di antara hadirin adalah Intan Abdams Katoppo, Corporate Secretary BNI Muhammad Safak, Manager Corporate Communication Division , Zulnasri, Asistant Vice President Corporate Communication Division.
Pejabat BNI dari wilayah antara lain, Irwan Gurning, AVP-Penunjang Bisnis & Layanan Kanwil 8 Denpasar, Alsje C Ngantung, Pemimpin Kelompok GSN Kantor Wilayah 10 Jakarta, Giana Suryadarma, Assistant Vice Prisident Kanwil 04 Bandung.
Ada lagi St Subardi, Pemimpin Kelompok Bisnis dan Layanan Kanwil 06 Surabaya, Joppy J. Lamonge, Pemimpin Wilayah Kanwil 11 Manado, Bahfiar Yulianto, Manajer Kanwil 05 Semarang.
Seorang mantan wartawan senior, Aqua Dwipayana, yang melakukan lompatan kwantum menjadi Direktur Image Communication, Building Winning Reputation.
Meski mereka andal di bidangnya, saya tidak kecut. Saya yakin, di bidangan jurnalisitk, saya jauh lebih unggul. Jurnalis hidup saya, wartawan darah pekerjaan saya, menulis berita dan sejenisnya habitat saya, berhubungan dengan nara sumber dari pejabat tinggi negara sampai maling biasa saya lakukan, sekali lagi saya meyakinkan hati, "Hai jiwaku, jangan takut, jangan grogi."
5. TARIK NAPAS DALAM-DALAM
Sebelum melangkah ke hadapan audiwns, saya tarik napas dalam-dalam. Entah karena saya mengidap sedikit asma, dengan menarik napas dalam-dalam, biasanya tenaga langsung jreng, dan badan serasa berotot. Tidak gemetar. Cukup dua atau tiga kali tarik napas, lalu tahan di dalam perut sekitar 10 detik, embuskan. Dan diulang.
Kalau gemetar, biasanya pita suara pun bergetar. Kalau suara bergetar karena suara vibrant di karaoke sih nggak soal, tapi kalau bergetar apalagi gemetaran karena grogi kan jadi nggak asyik. Alih-alih vibrasi, melainkan jadi malu-maluin... Dengan
6. PASTIKAN KONTAK DENGAN AUDIENS
Banyak orang menganggap saya tipe serius. Tidak banyak cakap, tidak banyak omong, bukan ember atau pembual. Itu mungkin kesan mereka yang belum begitu lama beragaul. Sedangkan satu dua rekan dekat, mengatakan tidak pendiam amat. Sesekali bercana, tetapi sering. Tidak bisa membuat orang lain terpingkal-pingkal sampai terkencing-kencing karena tertawa, apalagi se hebat Babe Bolot. Nggak. Tidak sehebat mereka.
Di awal saya sadar betul, pada presentasi kemarin, penampilan saya yang kumal di hadapan orang-orang berdasi akan dianggap sepele. Karena itu saua berusaha, tampil mengesankan. Saya dekati meja ke meja, bahkan sambil berbicara, berdialog saya kasihkan kartu nama, atau perlihatkan kartu pers/karyawan sebagai pertanda bahwa setiap wartawan yang meliput selalu dilengkapi identitas sehingga untuk mencegah rongrongan wartawan bodrex, atau wartawan tanpa surakabar, narasumber wajib menanyakan kartu identitas di awal perjumpaan.
Saya berusaha menatap dan kontak langsung agar audiens tidak mengantuk. Sesekali saya berguyon, walaupun spontas saja, tapi setidaknya mereka tertawa --senyuman yang disertai yang sampai kedenagran suara ngakak) tiga kali selama saya presentasi. Saya kadang heran, karena tidak biasa guyon....
7. KUASAI MATERI
Bahan yang saya bawakan adalah Koran Lokal Berebut Kue Otonomi Daerah." Setelah mendesain kerangka atau bingkai slide, menyangkut kira-kira apa isi materi, kemudain mencarikan konten yakni berita-berita koran maupun website.
Walau mencomot dari sana-sini, saya coba yakinkan diri, bahan-bahan ini sesuai fakta. Bukan teori melulu, tetapi saya break down menjadi hal-hal praktis, sehingga memberi informasi dan permasalahan yang sering dihadapi narasumber.
Saya coba sampaikan bagaiman informasi sejelas mungkin, tanpa ada yang ditutup-tupi terutama dalam hal praktik wartawan nakal yang sering merongrong wibawa profesi.
8. JAWAB DENGAN ILUSTRASI
Satu jam pertama saya lalui dengan 'ceramah'. Selebihnya dialog. Cukup banyak penanya. isi pertanyaan mereka rata-rata praktis, bukan teori. Mereka menanyakan bagaimana menghadapi wartawan nakal, yang datang mencari-cari masalah, bukan mencari berita yang betul. Mau dihadapi secara hukum, dianggap bukan siasat bagus.
Audiens beranggapan, mempolisikan wartawan adalah sia-sia belaka. Alih-alih mendapat keadilan, ujung-ujungnya malah diporoti, karena di mata bankers, wartawan berteman dengan polisi, sehingga bisa saja main mata untuk menguras si banker.
Ada juga pertanyaan tentang, berita yang layak dimuat seperti apakah. Apakah urusan internal perbankan juga harus dijelaskan kepada wartawan, kendati pun itu bukan isu konsumsi publik, namun dengan dalih wartawan berhak mendapat informasi, sang wartawan mengobok-obok sampai isi dapur bank.
Bagaimana pula urusan amplop. Sebaiknya, amplop diberikan ke wartawan atau tidak.
Jawaban saya untuk hal-hal di atas adalah, saat berurusan dengan wartawan lakukan bebrapa hal:
1. Anggaplah wartwan sebagai sahabat, mitra bisnis.
2. Jangan jauhi wartawa.
3. Andai ada kegiatan yang perlu dipublikasi, sering-seringlah menguncang wartawan
4. Setiap wartawan yang datang tanpa diundang, entah mau konfirmasi sendiri atau pada acara, sebaiknya tanyakan kartu pers, ID card dari persuahaan media tempat dia bekerja.
5. Jika ragu, pastikan menelepon ke kantor yang bersangkutan dan menanyakan perihal status si wartawan apakah betul dari media yang bersangkutan.
6. Andai ada media belum terkenal, tanyakanlah company profile perusahaan media dia, dan jangan lupa konfirmasi kepada atasannya di kantor.
7. Apabila tujuan mencurigakan, segera saja tolak, dengan alasan halus, misalnya akan meeting, ada tamu, dan lain-lain. Intinya tidak usah dilayani
8. Dalan kasus tertentu yang tidak berkait dengan aktivitas profesi perbankan, misalnya ada kasus pidana, jangan bersikap kasar apalagi sampai menganiaya wartawan. Jawab saja seadanya, sesuai versi anda. Tugas wartawan memang mesti check and recheck, cover both side.
9. Apabila si wartawan nakal, yang mencari-cari masalah yang ujung-ujungnya duit atau memeras, segera saja tantang ke jalur hukum atau bawa ke pengacara, atau kontak kawan anda yang wartawan betulan sebagai upaya meng-counter.
10. Seperti hukum suap-menyuap, kedua belah pihak dapat dijerat: si pemberi suap dan sipenerima. Karena itu, sekalian untuk pendidikan bangsa dan profesi wartawan hindari memberi amplop (tentu berisi uang) kepada waratawan. Sebab tidak ada jaminan berita dimuat sebagai imbalan imbalan uang yang anda berikan. Cara elegan dan sehat adalah, lebih baik mendatangi pemimpin redaksi atau redaktur, lalu memasang iklan. Saat memasang ikaln, terus terang saja meminta bonusnya berita, sehingga uang yang dikeluarkan perbankan/narasumber secara syah masuk ke perusahaan, bukan merupakan suap. Dengan begitu, ada jaminan bahwa berita (tentu saja berita yang mempunyai nilai jual), akan dimuat. Tidak mengecewakan pemasang iklan.
11. Apabila memberi penjelasan kepada wartawan, jangan beranggapan wartawan orang pintar, jenius sehingga penjelasan apa adanya, dan dangkal. Sebaliknya anggap mereka orang kebanyakan, berpendidikan rendah, sebab yang dia tulis untuk dikonsumsi banyak orang, termauk masyarakat berpendidikan rendah.
***
BLESSING IN DISGUISE
Pertemuan, atau keberadaan saya di hadapan para pemimpin BNI itu di luar dugaan. Boleh dibilang Blessing in disguise. Kawan saya di Persda yang biasa meliput di desk ekonomi, Hendra Gunawan merekomendasi nama saya ketika Zulnasri alias Tachy, Asistant Vice President Corporate Communication Division mencari seorang wartawan ekonomi yang dapat menjadi partner berdiskusi di forum BNI.
Walau masih sangat minim, pengalaman meliput hingga redaktur Desk Ekonomi, Bisnis dan Finance di Banjarmasin Post, Tribun Jabar mapun di Persda menjadi bekal berharga mengisi otak perihal pengetahuan ekonomi buat saya.
Mendapat tawaran semacam itu semula saya ragu. Tidak pede. Merasa nggak mampu, rendah diri, tidak layak menyampaikan materi di hadapan para banker senior. Apalgi ketika menelpon, Tachy mengatakan, saya akan berceramah di hadapan para Pangdam, Kepala Wilayah BNI se- Indonesia.
Walau hati kecut, saya tidak langsung menolak. Saya mengingat nasihat seorang sahabat dan mitra diskusi saya, Achmad Subechi, yang saat ini Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim diagar energi positif terus mengalir ke arah produktivas jangan sesekali memvonis diri sendiri tidak mampu, jangan menuding diri sendiri bodoh, lemah, tidak cakap. Sebaliknya, bilanglah 'Ya, aku bisa!"
Kekuatan kata pula ditekankan Wakil Pemipin Redaksi Kompas, Trias Kuncahyono dalam forum diskusi baru-baru ini. Dia mengutip kekuatan sabda Tuhan, seperti kisah penempaan/penciptaan, "Terjadilah, maka terjadi." Atau, "Kun Faya Kun". Kalangan motivator, dan hipnotis pun menempatkan kata-kata sebagai kekuatan yang amat dahsyat, dapat mengubah seseorang berubah 180 derajat, dari baik menjadi buruk, sebaliknya dari penjahat menjadi teladan.
"Bolehkah saya tahu, kira-kira apa yang dimintakan secara rinci apa yang akan dibutuhkan. Bolehkah saya dikirimi TOR-nya?" Itulah permintaan saya kepada Tachy. "Deal", Tachy pun mengirimi jadwal pelatihan kehumasan BNI yang berlangsung dua hari di Ancol.
Begitu jadwal dan narasumber saya terima, "gilaaaaaaaa......" Saya berterik setengah bergumam. Pada kolom pembicara/narasumber tercantum nama-nama keren, seperti presenter kondang Helmy Yahya, jurnalis senior Metro Tv Desi Anwar, dan Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia Ahmad Djauhar.
CERAMAH DUA JAM
Dalam jadwal, jatah berbicara dua jam, pukul 10.00-12.00. Saya ditawari Tachy kemungkinan perubahan jadwaal, jadi pagi, pukul 08.00-10.00, karena Ahmad Djauhar, seperti kabanyakan wartawan, susah bangun pagi. Apalagi saya yang tinggal di Depok, sekitar 60 kilometer dari Ancol, tentu sangat sulit memenuhi permintaan itu. Lalu dicarikanlah solusi, saya menginap di Mercure, hotel berbintang empat di Taman Impian Jaya Ancol.
Setelah itu, saya lupakan hambatan dari dalam jiwa. Saya butuh dua hari menyusun materi untuk disampaikan, yakni tentang Mapping Media Massa Lokal/Regional. Tema yang saya susun akhirnya Koran Lokal berebut Kue Tonomi Daerah.
Bahan makalah seadanya itu, memuat perjalanan pers dari masa ke masa, mulai dari era kolonial, pengekangan hingga pembredelan di era Bung Karno dan Pak Harto, era reformasi dan per keblalasan pada tiga presiden 'seumur jagung' BJ Habibie, Gus Dur dan Megawati. Kemudian, bagaimana trik-trik tersembunyi rezim SBY yang coba menekan pers setidaknya mengingatkan pers dengan mengumpulkan para pemilik maupun pemimpin media.
Di sini saya tekankan, dari masa ke masa, terjadi perubahan. Dan setiap perubahan rejim, diikuti perubahan gaya dan kepemimpinan, termasuk perubahan pers. Bung Karno dan Pak Harto ada kemiripan. Di awal pemerintahan, keduanya menjanjikan kebebasan pers, namun belakangan terjadi penekanan bahkan pembredelan.
Dugaan saya terhadap perubahan sikap itu adalah, terori kepemimpinan yang abslut. Moralis dan Sejarahwan Inggris, Lord Acton, tahun 1887 telah memberi nasihat berharga buat generasi terkini, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely."
Kesimpulan saya, karena keduanya berkuasa terlalu lama dan otoriter, jadilah kekuasaan absolut yang koruptif. Sedangkan Habibie, Gus Dur dan Mega, tidak mempunyai kesempatan itau. SBY, presiden hasil pemilihan langsung pertama, sudah berjalan empat tahun, dan berpotensi untuk mengikuti Soeharto, jika tidak dikontrol ketat sejak dini. (Domuara Damians Ambarita)
Posted by
domu.damianus.ambarita.blog
at
6/04/2008 08:03:00 PM
0
comments
Labels: Suluh Sukma
Jumat, 23 Mei 2008
Sultan HB X Menyemai Bibit Malu Korupsi
SALATIGA, KAMIS - Nilai-nilai kearifan lokal atau local wisdom dalam suku Jawa yang ditanamkan nenek moyang sejak lama dapat menjadi benteng dari keinginan memperkaya diri dengan cara korupsi.
Sayangnya, nilai-nilai moral itu telah luntur dimakan zaman, atau dianggap tidak relevan lagi karena deraan ekonomi yang semakin membebani rakyat sehingga melakukan hal yang tidak seharusnya dianggap wajar dan bahkan jadi panutan.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, sejak lama falsafah merasa malu jika moralitasnya tercela telah tumbuh subur di kalangan masyarakat Jawa. "Ada pepatah Jawa yang menyebut, "Kelangan nyawa ora apa-apa, kelangan bandha yo separoh apa-apa , kelangan harga diri artine kelangan sakabehe."
PERSDA NETWORK/BIAN HARNANSA
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan
Hamengku Buwono X, ketika berkunjung ke kantor Persda
Kompas Gramedia, Jakarta, Senin (28/4).
Sultan datang untuk berdiskusi bersama jajaran
redaksi membahas persoalan kebudayaan
dan kebangsaan, yang dipimpin Direktur Kelompok Herman Darmo.
Kehilangan jiwa tidak apa-apa, kehilangan harta berati hilang separuh hidup, tetapi hilang harga diri berarti hilanglah segala-galanya, " urai Raja Jawa itu dalam Sarasehan Kebangsaan Rekonsiliasi Sejarah kedua yang digelar di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (21/5).
Sarasehan ini dilaksanakan aliansi wartawan lintas media, Ekayastra Ummada Semangat Satu Bangsa. Putut Prabantoro, ketua panitia, mengatakan, sedianya akan hadir empat raja Jawa, yakni Sultan HB X, Susuhunan Paku Buwono XIII, KPAA Paku Alam IX, dan KPAA Mangkunegara IX. Namun, hanya Sultan yang hadir dalam pertemuan itu. Walau menyampaikan langsung pandangannya, Susuhunan Paku Buwono XIII mengirimkan makalah berjudul Membangun Kejayaan Bangsa Berbasis Kearifan Lokal.
Sultan melanjutkan, orangtua dahulu selalu menanamkan budi pekeri dan akhlak kepada anak-anaknya. Mereka diminta menomorsatukan moralitas di atas segala-galanya. Sebab, dengan moral yang terjaga baik berbagai keinginan dan nafsu dapat diatasi sehingga tidak terjerembab pada perbuatan jahat.
Dengan menjaga moralitas, mestinya orang yang memiliki integritas akan dihargai dan dihormati. Tetapi apa yang terjadi sekarang, seseorang dihargai atau dianggap orang hebat di antara tetangganya jika orang itu kaya. "Di masyarakat sekarang, seseorang dilihat dari kekayaannya. Walau seseorang mengumpul harta kekayaannya dari korupsi dia tetap dihargai dan disegani karena kaya. Padahal, dari konsepsi moralitas
dia telah kehilangan harga diri, berarti kehilangan segala-galanya," ujar Sultan yang mengatakan sejauh ini dia belum memutuskan sebagai calon kandidat presiden pada Pilpres 2009.
Mengingat praktik korupsi sudah merasuki masyarakat Jawa dan Indonesia umumnya, Sultan mengimbau agar kerifan lokal itu dihidupkan kembali dan dimulai dari diri sendiri dengan menyemai rasa malu jika menyimpang dari kaidah-kaidah moral. "Dengan konsepsi moralitas tadi, mestinya kita malu korupsi. Rasa malu korupsi ini yang harus kita tanamkan," pesan Sultan.
Sultan juga menyoroti kerapnya kekerasan yang terjadi mengatasnamakan aliran atau agama terhadap penganut aliran atau agama lain. Dia memaknai kehidupan pada dua relasi, yakni Ketuhanan dan Kemanusiaan. Ketuhanan hubungan vertikal manusia dengan Allah, yang transendental, sedangkan relasi manusia dengan manusia lainnya horizontal.
"Dengan konsepsi itu, seharusnya tidak ada satu pihak yang memaksakan kehendaknya kepada orang lain dengan menatasnamakan kitab suci," tutur Sultan.
Konflik Tidak Tuntas
Sarasehan Kebangsaan Rekonsiliasi Sejarah II ini membahas tentang Tata Baru untuk Rakyat, memaknai Perjanjian Giyanti pada 1755 yang membagi Kerajaan Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta dan kemudian diikuti dengan munculnya Pura Mangkunegaran dan Kadipaten Pakualaman.
Selain Sultan, sejumlah wartawan senior tampil sebagai pembicara, yakni Wakil Pemimpin Redaksi harian Kompas Trias Kuncahyono, Wakil Pemimpin Redaksi Solo Pos Wahyu Susilo, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka Onlin Aulia A Muhammad, Pemimpin Redaksi Global TV Siane Indriyani, dan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Joglosemar, dengan pembawa acara Kris Biantoro.
Pemimpin Redaksi Suara Merdeka Onlina Aulia A Muhammad mengatakan, konflik internal raja-raja Jawa dahulu sering berakhir tanpa penyelesaian tuntas. Solusi yang diambil, kalau terjadi perpecahan, maka satu pihak membentuk kerajaan baru. "Cara-cara seperti ini masih terus berlanjut sampai saat ini di bangsa kita. Lihatlah parpol-parpol kita, seperti PKB yang katanya Partai Kebangkitan Bangsa, tapi tidak bangkit-bangkit, malah justru pecah belah. Inilah karena penyelesaian konflik yang tidak tuntas," ujarnya.
Pembicara pertama, Trias Kuncahyono, mengatakan, media massa memiliki keberadaan strategis dalam perjalanan suatu bangsa. "Media massa, cetak maupun elektronik, adalah menggunakan kata-kata. Kata adalah kekuatan yang mahabesar. Kaum beriman mengenal kata kisah penciptaan, Terjadilah, maka terjadi.
Tetapi kata bisa juga menghancurkan. Kalau media sering menyajikan kata-kata kebencian, maka kehancuran akan cepat terjadi," ujarnya sembari mengimbau kalangan pers turut menyajikan berita-berita baik yang menyejukkan pembaca.
Mencegah konflik di masyarakat tradisional, kata Sultan, harus dimulai dengan perubahan pola pikir dan hidup dengan mulai biasa berkompetisi. "Kalau masyarakat tradisional beranggapan kompetisi itu merusak harmoni, sedangkan masyarakat modern menganggap kompetisi suatu hal yang baik sejauh masih bertujuan positif dan dapat dikendalikan."
Sultan juga membandingkan pelajaran hak asasi manusia versi Barat dan Jawa. "Kalau di Barat ditulis, jika kamu memukul orang, maka kamu melanggar pasal sekian... tetapi bagi leluhur kita, ajaran itu berbunyi, jika kamu sakit karena dipukul orang, maka kamu jangan pernah memukul orang," katanya. (persda network/domuara ambarita)
http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/22/13345015/sultan.hbx.menyemai.bibit.malu.korupsi
Posted by
domu.damianus.ambarita.blog
at
5/23/2008 02:20:00 PM
0
comments
Labels: Ganyang Koruptor
Ngobrol dengan Penemu Beras Merah Putih
LAKI-LAKI setengah baya itu duduk di kursi kayu berajut rotan. Sorot matanya sayup, kelopak sipit, seperti orang mengantuk. Artikulasi bicaranya kurang jelas, sedang sariawan. Tapi pancaran wajahnya masih kentara, dia berdarah biru. Tak salah, pria itu adalah salah satu cicit Sultan Hamengku Buwono VII.
Kulit sawo matang, rambut memanjang sebahu. Kumis yang tak begitu lebat dibiarkan melengkung. Dialah BSW Adji Koesoemo (43), seorang pegiat pertanian di Yogyakarta.
Sekilas, dia orang biasa-biasa saja. Namun karya-karya penemuannya cukup menakjubkan. Di antaranya dia membudidayakan beras dwiwarna, merah putih, kemudian memproduksi minyak bahan bakar alternatif berbahan baku biota laut plankton, dan kendaraan panser bertenaga listrik.
Ikhwal beras dwiwarna, satu butir padi terdiri atas dua warna, putih dan merah, seperti bendera Indonesia ditemukan Adji Koesoemo bersama Hertanto. Awalnya memang bukan penelitian ilmiah, tetapi lebih pada keajaiban. Mereka mendapatkan buliran padi tersebut
dari penduduk yang menemukan di bawah reruntuhan candi di kawasan Klaten, 16 Februari 2006. . Beras ini diduga berasal dari sekitar abad VII.
"Saat ditemukan wujudnya sudah beras, bukan bentuk padi. Saya merasa terkejut, kok bisa, warnanya separuh merah, separuhnya lagi putih," papar mantan aktivis mahasiswa itu pada acara penyerahan bibit padi varietas Merah Putih RI-1 bersama Sri Sultan Hamengku Buwono X, Walikota Salatiga, John Manoppo kepada petani Salatiga di rumah makan Jolgo Murni Jalan Kartini, Salatiga, Jawa Tengah, baru-baru ini.
Beras merah putih, kata Adji memiliki kandungan yang lebih baik dibandingkan beras putih atau merah biasa. "Beras Merah putih sangat mendukung pertumbuhan anak-anak karena zat besinya tinngi. Juga mendukung kecerdasan anak-anak, dan untuk orangtua mencegah
tidak mudah pikun karena zat besinya tinggi. Dan bagi penderita diabetes tidak masalah karena karbohidartnya rendah," kata ayah dari tiga anak jebolan FakultasFilsafat UGM itu.
Kandungan zat besi (ferro = Fe) beras merah putih adalah 4,61 mg/100 gram, sedangan beras putih hanya 0,13 mg, dan beras merah tidak terdeteksi. Kandungan zat seng (Zinkum=Zn) 8,30 mg/100 gram, sedangak beras putih 0,6 dan beras merah tidak terdeteksi. Kandungan karbohidrat, ujar Adji, paling rendah yakni 71,34 persen sedangkan beras putih 80 persen dan beras merah biasa 75 persen.
Manusia membutuhkan banyak zat di antaranya zat besi, zat seng , karbohidrat. Menurut Data Balai Penelitian tanaman Padi, kekurangan zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, sedangkan kekurangan zat seng menghambat pertubumbuhan pada bayi, mengganggu imunitas dan menghambat penyerapan zat besi.
Dewasa ini diperkirakan lebih dari 50 persen wanita hamil dan 40 persen anak sekolah di Asie menderita anemia yang dikaitkan akibat kekurangan zat besi dalam tubuhnya. Padahal zat-zat itu dapat diperoleh pada makanan berbahan baku beras atau tepung beras.
Suami dari drg Evi Herati ini menamai beras Merah Putih RI-1, karena beras ini mirip dengan bendera Republik Indonesia. Dia berharap, mudah-mudahan ke depan Indonesia berdaulat dalam pangan, tidak seperti kondisi saat ini menjadi negara pengimpor beras.
Mengutip data BPS dan Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman (Gapmi), pada tahun 2007, 224,90 juta penduduk Indonesia membutuhkan beras 34,19 juta ton. Lahan areal pertanian seluas 11,59 juta hektar menghasilkan 34,31 jota ton beras, sehingga masih surplus 0,12 juta ton. Tahun 2008, diperkirakan minus 320 ribu ton beras, kemudian tahun 2010 minus 750 ribu ton, dan tahun 2020 minus 5,37 juta ton. Kekurangan ini
disebabkan lonjakan jumlahpenduduk, sedangkan di sisi lain areal pertanian tidak bertambah atau bahkan berkurang.
Adji, laki-laki kelahiran kelahiran Yogyakarta 4 November 1965. Dia adalah salah satu cicit Sultan Hamengku Buwono VII. Menurut Adji, saat beras Merah Putih ditemukan dua tahun lalu, berjumlah 160 butir. Selain beras ada juga jagung dan kacang hijau di dalamsatu wadah.
Didorong rasa ingin tahu yang sangat tinggi, Adji pun mencari berbagai cara untuk melestarikan padi itu kendatipun, dengan spekulasi. Dia beserta kawannya bernama Hertanto, mereka memilah- milah beras yang masih tampak bagus, dan didapat 120 bulir yang masih memiliki mata beras. Untuk percobaan di bagi dua, 100 butirt ditanam telanjang atau polos apa adanya, sedangkan sisanya ditutupi media sekam padi rojolele.
"Saya harap-harap cemas, ini bisa tumbuh apa tidak. Tapi menakjubkan, dari 120 yang ditanam ternyada ada 88 berkecambah, dan ada tujuh batang yang tumbuh dengan masing-masing dua anakan, jadi ada 21 batang padi. Semua saya juga cemas, karena sampai umur tiga bulan, tinggi padi hanya 5 cm, barulah umur limasetengah bulan terlihat tinggi dan berbuah. Dari 21 induknya dihasilkan 2.411 bulir padi yang kemudian dibudidayakan di 12 daerah," kata Adji berseri-seri.
Setelah dapat panen pertana, generasi kedua, beras merah putih dikembangkan di berbagai daerah seperti Kediri, Sumenep, Pati, Banyumas, Sabdodadi-Bantul, Banjarnegara, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, dan Bali, untuk dibudidayakan. bahkan saat ini, sudah dikembangkan di 230 titik di berbagai provinsi.
Selain kelebihan dalam kandungan zat-zat yang dibutuhkan manusia beras merah putih dibandingkan beras biasa, Adji mengatakan, beras ini lebih tahan terhadap hama. Karena pengembangbiakannya adalah organik, tanpa menggunakan puku-pupuk kimia, atau pestisida.
"Dengan menanam padi Merah putih, saya sekalian mengimbau agar petani ktia jangan menanam opadi hibrida. Sebab dengan padi hibrida varietas baru selalu dikuti hama baru. Jangan-jangan dengan hama baru, eksportir akan memasukkan pestisida dagangannya, " pinta Adji. (persda network/domuara ambarita/IGN sawabi)
Posted by
domu.damianus.ambarita.blog
at
5/23/2008 02:12:00 PM
0
comments
Labels: Berita Tekno
Jumat, 16 Mei 2008
Rapat Tak Pernah Kuorum, Studi Banding Pasti Kuorum
Demikian dikatakan Anggota Badan Pekerja Indonesian Corruption Watch (ICW) Bidang Politik dan Korupsi Emerson Junto, kepada Persda Network. Emerson menilai anggota DPR lebih senang jalan-jalan ke luar negeri daripada kunjungan kerja kepada konstituen di daerah.
Praktik-praktik inilah yang memperburuk citra lembaga DPR, terutama setelah terungkapnya kasus korupsi yang menyeret anggtao DPR terutama tertangkapnya Al Amin Nur Nasution dalam kasus penyuapan bersama Sekda Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
"Kejadian ini menjadi ironi. Kalau urusan jalan-jalan, anggora DPR pasti kuorum. Tetapi kita sudah lihat, kalau membahas masalah strategis mengenai bangsa dan negara ini, anggota DPR yang iktu rapat jarang memenuhi kuorum," ujar Emerson.
Pertanyaan selanjutnya, apakah anggota DPR boleh membawa keluarga saat kunjungan, apalagi staf pun membawa serta istrinya. Hal semacam ini tidak jelas di DPR. "Karena itu, saya punya pemikiran, mari kita mendesak agar dana alokasi untuk kunjungan kerja anggota DPR yang ternyata membawa serta istrinya agar dikembalikan kepada kas negara," kata Emerson.
Emerson Juto melihat, sence of crisis anggota DPR sangat rendah. Ini di luar jangkauan akal sehat. Ia mengatakan, "Anggota DPR yang seperti ini sudah tidak punya hati nurani, sebab mereka jalan-jalan ke Argentina justru di saat orang sibuk mengurusi BBM. Kalaulah perlu merumuskan RUU Pilpres, mestinya berpikirnya dibalik. Datangkan saja pakar dari Argentina, yang biayanya lebih murah dibandingkan harus anggota DPR dan staf berangkat ramai-ramai ke
sana."
Ketika hasil studi banding ke luar negeri ditanya, kata Emerson, DPR tidak dapat menunjukkan hasil yang sangat bagus. Yang ada adalah nota belanja dan jajan. Dalam kasus ini, mari kita desak agar mereka mengembalikan dana studi banding, terutama untuk istri atau keluarga. Jika tidak, maka mereka dimasukkan dalam kategori politisi yang tidak punya etika, sehingga jangan dipilih tahun 2009. (Persda Network/Domuara Ambarita)
http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/05/16/12562635/rapat.tak.pernah.kuorum.studi.banding.pasti.kuorum
Posted by
domu.damianus.ambarita.blog
at
5/16/2008 01:56:00 PM
0
comments
Labels: Ganyang Koruptor
Jadwal "Jalan-jalan" DPR di Argentina
Mereka berangkat sejak tanggal 12 Mei yang lalu, dan akan kembali tanggal 20 Mei. Berikut ini jadwal kegiatan mereka di Argentina dan daftar nama-nama yang berangkat
*Senin (12/5)
Pukul 20.00 WIB berkumpul di Bandara Soekarno Hatta.
Pukul 22.10 tinggal landas menuju Bandara Changi, Singapura.
*Selasa (13/5)
Pukul 00.45 tiba di Singapura (transit)
Pukul 02.00 tinggal landas menuju Dubai Uni Emirat Arab.
Tiba pukul 10.00 setelah transit, ganti pesawat terbang lagi ke ke Sao Paolo, Brasil.
Pukul 17.55 Tiba di Sao Paolo
Pukul 21.30 tinggal landas menuju Buenos Aires, Argentina
* Rabu (14/5)
Pukul 00.30 tiba Buenos Aires, check-in di Park Chateau Kempinski
Pukul 09.00-11.00 rapat dengan parlemen
Pukul 13.00-17.00 rapat dengan Camara Nacional Electoral (KPU)
* Kamis (15/5)
Pukul 09.00-11.00 Rapat dengan Lembaga Penyelesaian Konflik Pemilu (Electoral Management Body)
Pukul 13.00-17.00 Tamasya ke Delta Tigre dan Colon Theatre
* Jumat (16/5)
Pukul 07.00 check-out dari hotel
Pukul 08.30-11.00 tamasnya ke 9th Juli Avenue, Obalisk, Metropolitan Cathedral, Cabildo dan menuju bandara
Pukul 18.00 tiba di Sao Paolo, check-in di Novotel Jeregua
Pukul 19.00-21.00 pertemuan dengan KBRI
* Sabtu (17/5) hingga Minggu (18/5)
Dua hari penuh, tamasya dalam kota
Minggu 19.00 check-out dan menuju bandara
* Senin (19/5)
Pukul 01.25 tinggal landas menuju Dubai
23.05 tiba di Dubai, rombongan berpisah dan sebagian umroh
* Selasa (20/5)
Pukul 16.25 tiba Bandara Soekarno Hatta
Rombongan DPR yang berangkat ke Argentina
- Yasonna Hamonangan Laoly (PDIP)
- Yuliani Paris (PAN)
- Saraswati (PDIP)
- Mayongpadang (PDIP)
- Rerung Rante (istri Jacobus Mayongpadang)
- Azwar (PPP)
- Muliani (istri Hasril Azwar)
- Akbar (PAN)
- Jaya (PAN)
- Mas'hum (PKB)
- Fayumi (PKB)
- Bakar (suami Badriyah)
- Muzammil Yusuf (PKS)
- Juwaini (PKS)
- Marasal Hasibuan (PDS)
- Budiaji (staf)
- Widianto (staf)
- Murti Hartono (staf)
- Sudarsono (staf)
- Adiningrum (istri Sudarsono)
- Abdullah (staf)
- Mustari (staf)
- Simbolon (staf)
- Putra Raharjo (staf)
- Suswantoro (staf)
- Mulyana Saleh (staf)
- Mariati (staf)
Posted by
domu.damianus.ambarita.blog
at
5/16/2008 12:59:00 PM
0
comments
Labels: Ganyang Koruptor
Anggota DPR Bawa Keluarga Plesir ke Argentina
Di tengah situsi kalut demikian, sejumlah 12 anggota DPR dari Panitia Khusus Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilihan Presiden membawa serta istri atau suami dalam kunjungan kerja ke Argentina, selama sembilan hari sejak Senin (/12/5) hingga Selasa (20/5).
Agenda resmi Pansus RUU Pilpres yang diterima Persda Network adalah studi banding hanya dua hari dari total sembilan hari. Jadwal pertama adalah bertemu dengan perlemen dan rapat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilangsungkan Rabu (14/5). Pertemuan dengan parlemen dilangsungkan dua jam, pukul 09.00-11.00 waktu setempat. Selepas makan siang, dilanjutkan pertemuan dengan Camara Nacional Electoral semacam KPU-nya Argentina, hingga pukul 17.00 waktu Argentina.
Kemudian kemarin, Kamis (15/5), rombongan Pansus RUU Pilpres rapat dengan Lembaga Penyelesaian Konflik Pemilu atau Electoral Management Body), juga dua jam, pukul 09.00- 11.00. Selain acara resmi pada dua hari itu, dan jadwal kepulangan, rombongan mengisi banyak bertamasya, yang di dalam jadwal dituliskan sighseeing City Tour. Misalnya, Kamis (15/5) selama empat jam sejak pukul 13.00, tamasya ke Delta Tigre, Provinsi Buenos Aires, Argentina, dan mengunjungi Colon Theatre.
Setengah hari ini, Jumat (16/5) diisi acara tamasya ke 9th Juli Avenue, Obalisk, Metropolitan Cathedral, Cabildo. Sore ini terbang ke negerinya Pele, Brasil dan menginap di Novotel Jeregua. Besok, Sabtu (17/5) dan lusa, dua hari penuh, dari pagi hingga malam, rombongan DPR bertamasya menjelajah Kota Sao Paolo. Barulah Senin (19/5) rombongan tinggal landas menuju Dubai, Uni Emirat Arab. Dari sana sebagian akan melanjutkan umroh, dan sebagin lagi kembali ke tanah air.
Anggota DPR melakukan kunjungan kerja dengan uang saku 500 dollar AS atau Rp 4,6 juta per hari/orang. Ada 12 orang anggota DPR masing-masing mendapat uang saku sebesar 500 dollar AS/hari ataus setara Rp 4,6 juta. Total per hari menghabiskan uang negara 6.000 dollar per hari atau 48 ribu dollar atau senilai Rp 441 juta dalam delapan hari. Tidak termasuk biaya untuk 10 orang staf.
Masing-masing mendapat uang saku 500 dollar Amerika Serikat atau setara Rp 4,6 juta per hari. Anggota DPR yang berangkat studi banding ke Argentina pada masa persidangan IV Tahun Sidang 2007-2008 mewakili semua fraksi di DPR, kecuali Partai Golkar dan Partai Demokrat. Jumlah rombongan yang berangkat 27 orang, dengan rincian 12 anggota DRP, dua istri anggota DPR, satu suami anggota DPR, 12 staf dan seorang istri staf.
Mereka yang berangkat berserta pasangan adalah Jacobus Mayongpadang biasa disapa Kobu (PDIP) beserta istri Emmy Rerung Rante, Hasril Azwar (PPP) beserta istri Nani Muliani, Badriyah Fayumi (PKB) beserta suaminya Abu Bakar. Kemudian Sudarsono (staf), beserta istrinya Evi Adiningrum. Telepon seluler Yasonna Hamonangan Laoly, Jacobus, Badriyah Fayumi, dan Patrialis Akbar, misalnya menjawab dengan kotak suara atau veronika berbahasa Argentina.
Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo yang juga anggota Pansus RUU Pilpres mengaku tidak tahu tentang kabar keberangkatan anggota Pansus ke Argentina. "Saya juga anggota Pansus, tapi saya malah tidak tahu ada anggota Pansus yang kunker (kunjungan kerja)k e Argentina," ujar Tjahjo.
Tjahjo mengaku, bebrapa kali ikut kunjungan kerja DPR ke luar negeri. Dia pun mengaku pernah membawa serta istri bepergian. Karena itu, dia tidak mempermasalahkan bila ada anggota DPR yang membawa serta istri atau suaminya saat kunjungan kerja ke mancanegara. "Boleh saja membawa istri atau suami dengan syarat dibayar sendiri. Saya juga saat membawa istri membayar sendiri biaya-biaya untuk istri, mulai dari tiket pesawat, hotel dan makannya," ujar politisi PDIP ini.
Mengapa anggota DPR boleh membawa istri atau suami ke luar negeri? "Ada sekali waktu, anggota DPR baru sembuh dari sakit. Karena suaminya harus melakukan tugas, maka istri diikutkan untuk mendamping, dengan komitmen semua biaya ditanggung sendiri."
Diterangkan, Pansus RUU Pilpres memang sudah lama menjadawalkan studi banding ke Argentina, jauh hari sebelum ada rencan apemerintah menaikkan harga BBM. Setiap Pansus beranggotakan 50 orang. Namun karena semangat penghematan, maka yang berangkat untuk kunjungan kerja dibatasi hanya 10-12 orang anggota DPR.
Tjahjo juga mengatakan, tidak ada pos uang saku atau uang jalan bagi anggota DPR yang kunjungan kerja. "Istilah uang saku itu tidak ada. Yang ada uang keperluan misalnya untuk membayar hotel, tiket dan makan, yang besarnya tidak lebih 10 juta sehari," katanya.
Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) di DPR, Lukman Hakim Syaifuddin menegaskan tidak ada aturan melarang istri/suami anggota dewan untuk ikut serta dalam kunjungan kerja pansus RUU Pilpres DPR RI ke Argentina. Karenanya, ikut sertanya Nani Muliani, istri anggota FPPP Hasrul Azwar, tidak terlalu dipermasalahkan oleh Lukman. "Tidak ada aturan. Apalagi, kalau mengajak suami atau istri itu kan bayar dengan biaya sendiri," ujarnya.
Lukman mengaku tidak mempermasalahkan karena tidak mungkin kunjungan ke Argentina tersebut memakai uang anggaran DPR (negara). Tapi memang murni merogoh kocek pribadinya. "Pasti biaya pribadi lha. kalau tidak biaya pribadi lalu dari mana. Kan negara tidak membiayai istri pejabat," sambung dia.
Salah satu vokalis Senayan yang kerap menjadi narasumber wartawan ini juga tidak mempermasalahkan kunjungan sejumlah anggota dewan ke Argentina di saat kondisi negara tengah terpuruk seiring kabar rencana kenaikan harga BBM. ia mengaku kunjungan tersebut masih proporsional. "Kunjungan ke sana itu kan memang sudah terprogram lama. Anggarannya tersedia. Dan itu memang untuk keperluan RUU itu. Jadi saya melihatnya proporsional saja," lanjut Lukman. (Persda Network/Rachmat Hidayat, Hadi Santoso, Domuara Ambarita)
Klik juga:
http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/05/16/12131730/anggota.dpr.bawa.keluarga.plesir.ke.argentina
Posted by
domu.damianus.ambarita.blog
at
5/16/2008 12:57:00 PM
0
comments
Labels: Ganyang Koruptor