Minggu, 21 Desember 2008

Suku Bunga BI Rate Ideal 8,5 Persen
* Agar Usaha Sektor Riil Bergerak
* Deflasi Alasan Pendorong Cukup Kuat

JAKARTA,
Pelaku usaha di sektor riil, yang juga Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang meminta Bank Indonesia (BI) segera menurunkan suku bunga acuan atau BI rate secara signifikan. Suku bunga perbankan yang rendah sangat diharapkan merangsang pergerakan usaha, dan pertumbuhan ekonomi nasional serta meredam angka PHK menghadapi krisis finansial global.

Penurunan suku bunga juga perlu karena negara-negara di dunia cenderung menurunkan suku bunga perbankan. Seperti dilakukan bank sentral AS, The Federal Reserve, pekan lalu menurunkan suku bunga pada level mendekati O persen, yakni di bawah 0,25 persen. Sedangkan BI rate berada pada level 9,25 persen, dan termasuk tertinggi di dunia.

Franky, sapaan Franciscus Welirang, menyarankan pemerintah jangan terlalu cemas pada tingkat inflasi. Sebab menurut dia, saat ini telah terjadi penurunan harga (deflasi).

"Inflasi selalu terkait dengan suku bunga bank. Menurut saya pemerintah terlalu takut pada inflasi, padahal sudah terjadi deflasi," ujar Franky dalam diskusi dengan wartawan di kawasan. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, akhir pekan lalu.

Bukti telah terjadi deflasi, harga komoditas biji palstik dan minyak mentah turun tajam di pasaran internasional. Harga komoditas jagung turun, kedelai turun, karet turun, sebentar lagi harga ban mobil juga turun. "Sebutkan satu persatu komoditas, semua harga turun antara 60-70 persen," kata Franky.

Dengan terjadinya deflasi, tak ada alasan mempertahankan suku bunga tinggi. "Mestinya suku bunga turun untuk merangsang perekonomian dan sektor riil. Ini yang dilakukan BI hanya kecil-kecilan, 25 basis poin. BI kenapa takut, idealnya suku bunga berada pada 8,5 persen," katanya.

Dengan suku bunga acuan yang rendah, maka suku bunga pinjaman perbankan pun rendah sehingga tidak membebani pengusaha atau masyarakat. Apabila usaha terutama sektor riil yang menyerap banyak pekerja tetap bertahan, maka laju pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat krisis finansial global dapat diredam.

TARIK INVESTOR
Franky mengemukakan, penurunan suku bunga sangat penting untuk menhadang laju dampak krisi finansial global. Saat ekonomi dunia guncang, pemerintah harus cepat menggerakkan sektor riil.

Dengan bergeraknya ekonomi nasional, maka dengan sendirinya, investor asing akan masuk.

"Uang asing datang hanya pada saat ekonomi kita baik. Dan itu bisa ketika ekonomi dalam negeri positif. Saat krisis, biasanyan usaha keil dan menengah (UKM) meningkat dan tumbuh menggeliat. "Kunci yang penting adalah kebijakan yang signifikan," kata Franky.

Kendati mendesak BI menurunkan suku bunga perbankan, dia memahami kalau Boediono memiliki pertimbangan tertentu untuk mematok suku bunga.

Antara lain, mungkin pertimbangan adanya depresiasi kurs dolar terhadap rupiah. Namun, betapun ada depresiasi kurs dolar terhadap rupiah, tidak cukup alasan BI mempertahankan suku bunga tinggi, karena penurunan harga jauh lebih besar dibandingkan kenaikan kurs valuta asing. (Persda Network/Domu Damianus Ambarita)

Tidak ada komentar: