Kamis, 28 Februari 2008

Soeripto: Tindak Tegas Obligor BLBI

JAKARTA, KAMIS--Nasib dua orang obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) -- Syamsul Nursalim dan Anthony Salim-- akan ditentukan Kejaksaan Agung (Kejagung), Jumat (29/2) besok. Kejagung akan mengeluarkan pengumuman terbuka kepada publik, apakah kasus penyerahan aset pelunasan utang BLBI kedua obligor ditingkatkan ke tahap penyidikan atau tidak.

"Tunggu besok. Jam 10.00 WIB akan saya umumkan hasilnya," ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman, Kamis (28/2). Kemas mengaku dalam pertemuan dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji, ia telah menyampaikan hasil penyelidikan dua kasus BLBI.

Sebelumnya, penyelidikan kasus BLBI dibuka 22 Juli 2007, bertepatan dengan Hari Adhyaksa (Kejaksaan). Untuk menyelidiki dan membongkar kasus itu, Hendarman merekrut 35 jaksa andal dari seluruh Indonesia. Target tiga bulan pertama ternyata tak tercapai. Karena itu harus diperpanjang selama dua bulan.

Akhir tahun 2007, ternyata tidak tuntas juga. Kemas meminta waktu lagi selama dua bulan lagi. Lalu apa hasilnya? Masih rahasia. Tapi yang pasti, Kejaksaan Agung akan blak-blakan mengumuman hasil penyelidikannya kepada publik. Kemungkinannya (alternatif satu), hasil penyelidikan diketemukan bukti tindak pidana sehingga akan ditingkatkan ke tahap penyidikan.

Alternatif kedua, kerugian negara diketemukan, akan tetapi tidak ada perbuatan melawan hukum. Jika skenario dua itu benar, maka kasus tersebut akan dilimpahkan ke Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) untuk dilakukan gugatan perdata. Sedangkan alternatif ketiga, tidak diketemukan kerugian negara maupun perbuatan melawan hukum. Bila skenario ketiga itu benar, maka kasus tersebut akan dihentikan penyelidikannya.

Anggota DPR RI dari PKS Soeripto hanya berharap kejaksaan mau bersikap keras yaitu menindak tegas para obligor. "Harapan saya, tindak saja semua obligor BLBI supaya mereka yang diperiksa dapat dijerat. Tidak ada alasan bahwa bukti-bukti tidak ada, cukup kuat bukti untuk diusut," kata Soeripto kepada Persda Network, Kamis.

Mantan Direktur Badan Koordinator Intelijen Negara (sekarang BIN) itu mengaku, mendengar adanya informasi yang menyebutkan bahwa berkas-berkas yang terkait Anthony Salim sangat minim. "Kalau tidak salah, berkas-berkas itu terbakar ketika kantor BI terbakar beberapa tahun lalu. Tapi itu tidak berarti bukti-bukti tidak kuat. Mengapa? Karena hasil audit BPK sudah cukup, ditambah lagi dengan hasil tim hukum dari Departemen Keuangan yang menyebut semua obligor itu bermasalah," kata Soeripto.

Dia mengaku tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan ada obligor yang kooperatif, dan ada juga yang tidak kooperatif. "Kalau dalam perkembangannya, seakan-seakan ada yang kooperatif dan ada juga yang sebaliknya. Saya tidak setuju," katanya.

Dengan audit BPK dan hasil kajian tim ahli hukum Depkeu, Soeripto merasa yakin hasil penyelidikan Kejaksaan Agung yang diumumkan besok itu bisa saja menyebutkan bahwa ada kerugian negara, namun tidak ada perbuatan melawan hukum. Atau alternatif kedua, tidak diketemukan kerugian negara maupun perbuatan melawan hukum, sehingga penyelidikan kasus akan dihentikan. "Jika itu yang terjadi, saya kira tidak tepat," tambahnya.

Dua kasus BLBI ini terjadi ketika Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi 1998. Bank Central Asia (BCA) yang mengalami rush mendapat kucuran BLBI sebesar Rp 52,7 trilyun. Untuk melunasi hutangnya, pemegang saham yakni Anthony Salim dan keluarganya menyerahkan 110 aset perusahaan. Saat pemerintahan Megawati Soekarnoputri berkuasa pada tahun 2004, dikeluarkan Surat Keterangan Lunas (SKL). Namun setelah diaudit BPK, aset yang diserahkan keluarga Salim hanya Rp 19 trilyun.

Begitu juga Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Saat krisis ekonomi, memperoleh kucuran BLBI sebesar Rp 27 trilyun. Untuk melunasi hutangnya, Anthony menyerahkan asetnya ke pemerintahan Megawati dan kemudian mendapat SKL. Namun setelah diaudit BPK, aset yang ia serahkan hanya senilai Rp 2,4 trilyun. (persda network/yls/amb)

Tidak ada komentar: