SOROT
Saudagar
Domuara Ambarita
SEORANG kawan yang cukup mapan di bidang pemasaran pernah berkelakar: "Hanya ada empat (suku) bangsa di dunia yang memiliki talent of business: Yahudi, Arab, Cina, dan Padang. Konon, cuma keempat bangsa ini yang memiliki baluri berdagang sejak dia anak-anak." Kawan itu ketika berbincang tentang seberapa besar peran bakat untuk mempengaruhi karier seorang penjual.
Saya bertanya. "Kalau begitu, saya tidak cocok jadi pedagang ya, karena saya tidak termasuk dalam empat itu?" Sang kawan terbahak sembari berucap, "Kita sama, kalau dimasukkan dalam terori itu, saya juga tidak bisa jualan hahahah..." Ia melanjutkan, "tapi kenyataan saya bisa. bahkan terpilih sebagai salah satu sales and marketing manager of the year."
Dalam konteks minat berbisnis tadi disinggung bahkan sepertinya dipolemikkan mantan Ketua DPR/mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung dan Wakil Presiden/Ketua Umum Partai Golkar Yusuf Kalla. Terkesan menafikan diri, Kalla terang-terangan membantah memimpin Golkar sebagai saudagar, hal yang dikritisi Akbar saat mempertahankan disertasi doktor di UGM, Sabtu lalu.
Berpolemik tentang latar belakang keilmuan seseorang sama halnya memperdebatkan asal usul suku orang tersebut. Ada justifikasi, kalau suku A cocok menguasai bidang X, suku B pas menjalankan sektor Y. Faktanya tidak 100 persen demikian, karena masih ada faktor lain.
Memperdebatkan saudagar atau politisi dalam mengurusi negara, sama tidak produktifnya ketika elite negeri ini dekade 1990, mendikotomi ekonom atau teknisi. Saat itu teknokrat yang dimotori Menristek BJ Habibie mendominasi, dan memunculkan istilah rekayasa.
Di masayarakat kita, masih banyak anggapan minor terhadap pebisnis. Menganggap berdagang pekerjaan hina. Rendahan. Sebaliknya lebih suka kerja kantoran, kedapun jadi pesuruh. Padahal berbisnis itu baik. Mengedepankan rasa percaya diri, mampu dan sigap membaca peluang usaha, dan lebih baik lagi mampu menciptakan pekerjaan bagi orang lain.
Mestinya kit amendorong aparatur negara memiliki sense of business.Kalangan yang biasanya berpatok pada barometer menekan frekwensi komplain, tingkat kepuasan pelanggan luar biasa, pungutan biaya nihil. Semua transparan. Selain itu, indikator kalangan usahawan adalah menjadi sahabat bagi manusia lainnya atau homo homini socious dalam artian mencari relasi sebanyak mungkin. Seribu kawan masih kurang, tapi satu lawan terlalu banyak.
Yang lainnya pembeli adalah raja. Inilah semboyan yang kerap kali terdengar dari para usahawan, terutama bagian pemasaran. Meminjam istilah pemerintah yang lagi hangat terkait kegaduhan pengalihan minyak tanah jadi elpiji, jika kata pembeli ini dikonversi menjadi masyarakat, sudah barang tentu kabar menggembirakan bila aparatur kita berkenan merendahkan hati namun meninggikan kualitas selaku abdi negara. Saya datang untuk melayani, bukan untuk dilayani.
Marilah kita mendukung prinsip para pebisnis. Tekad yang menyenangkan khalayak ramai. Prinsip saling menguntungkan. Memang kita jangan gegabah. Sebab ada sisi negatif, usahawan cenderung licik dan pandai bersiasat untuk meraih untung. Bahasa pasarannya kecap selalu nomor satu. Kalau prinsip mengelola untung-rugi perusahaan diterapkan dalam negara, ada kekhawatiran negara dapat tergadai.
Mencegah hal ini, dan agar tidak membebani masyarakat, selain kesadaran sendiri dari figur politik atau pemimpin negara, tugas lembaga-lembaga semacam penegak hukum antara lain KPK, Kejaksaan, Polisi, juga lembaga pengawasan seperti BPK/BPKP, juga legislatif. Tak kalah kurangnya, daya kritis dan pelibatan diri masyarakat untuk menguatkan rasa cinta atau memiliki bangsa sendiri.
Untuk membangun tingkat persaingan sehat, barangkali saatnya ada lembaga yang membuat pemilihan aparatur negara yang menjunjung semangat berbisnis. Anugrah semacam Adipura, dan lainnya dikreatsi menjadi anugra menteri/gubernur/walikota/bupati yang memiliki bisnis tinggi. Mampu mencari modal membangun daerahnya, membuka lowongan kerja, yang bermura pada kesejahteraan rakyat.(*)
Tribun Jabar (5/09/2007)
Sabtu, 15 September 2007
Posted by domu.damianus.ambarita.blog at 9/15/2007 10:14:00 PM
Labels: Gagas
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar