"PAPI, Uli nggak jadi beli baju. Kemahalan dua ribu." Begitu celoteh putri sulungkami, Uli, Kamis (11/10/07) sore, sepekan silam. Uli, lengkapnya Elisabeth Uli Ovelya Ambarita, amat centil. Imbunya tidak pernah mengajari, tetapi mungkin karena sering menonton Dora atau film lainnya, kalau di depan orang banyak dia memang saya papi, padahal biasanya bapak. Juga ibunya, biasanya mama, tetapi sesekali dipanggil mami. Kadang dia suka menamai diri sendiri dengan Dora, lalu memanggil saya dengan papa Dora.
Saya tersenyum kecut, sedikit miris mendengar celoteh Uli. "Kenapa boru, bajunya kemahalan? Oo... Nanti bapak beli ya," kataku sembari mengusap rambutnya. Senyum karena anakku mengerti tentang banyak hal, termasuk kemahalan, kecut hati karena anak sekecil dia sudah tahu kalau ayah-bundanya tak punya uang cukup sekadar membeli baju. Tapi, sudahalahhhh... Pesan pak haji mesti lebih banyak bersyukur, bersyukur dan bersyukur
Kamis sore itu, saya sudah pulang. Uli tampak senang. "Eh, bapak, udah pulang," katanya. Lazimnya, saya pergi pagi, pulang larut malam. Anak-anak sudah tertidur pulas, setiap saya tiba di rumah. Besoknya, bertepatan dengan Lebaran kaum Muhammadiyah, 12 Oktober, Uli genap tiga tahun. Karena itu, sehari sebelumnya, istri saya titipi uang seadanya untuk membeli kado ala kadarnya untuk putri kami. Syukur, tante, tulang dan ompungnya ternyata menyumbang. Ada yang membelikan sendiri, ada juga yang menitip uang ke ibunya anak-anak. Dorthy, adiknya, ditinggal di rumah.
Kamis siang, Uli beserta ibu dan tantenya belanja ke Carrefour ITC Depok. Uli sudah sangat lincah mengucapkan nama pusat perbelanjaan ini sejak satu tahun lalu, ketika kami pun masih di Bandung. Siang itu, ibunya sengaja membawa Uli dan memintanya memilih beberapa pakaian, sepatu dan tas. Cara itu sengaja dilakukan, karena kalo pakaian atau sepatu tidak cocok menurut seleranya, sumpritttttt, Uli tidak akan sudi mengenakan."
Jadilah, Uli asal comot barang-barang sesuai selera. Belakangan saya mendapat cerita dari ibunya, ada pakaian pilihan Uli berharga ratusan ribu, tidak jadi dibeli karena kemahalan. Sedangkan yang lain, sepatu boot pink, tas "sisapi Benny" menirukan nama sapi dalam film kartun anak-anak, lalu dua pasang kemeja diambil ibunya, tetapi kepada Uli disebut kemahalan dan tidak jadi dibeli untuk memberi surprise saat Ultah.
Jumat pagi hingga menjelang sore, Uli sudah sibuk sendiri. Berkali-kali dia menanyakan ibunya, apakah teman-temannya sudah diundang. Bahkan saya sengaja ditelepon melalui HP, hanya mau menandaskan supaya membelikan kue ulang tahun.
Jumat malam, kami rayakan Ultah dengan sangat sederhana. Roti tart brownis mini, karena semula diduga tidak ada yang minat makan. Tanpa teman-temannya. Tiga kali Ultah Uli selalu bertepatan dengan ramadhan, namun yang ketiga lebih tidak tepat, karena temen-temannya sudah mudik semua. Dia sempat sedih karena tak seorang pun temannya yang datang, namun terhibur oleh sepatu boot dan hadiah-hadiah yang diberikan.
Tulang bungsunya pun hanya mengucapakan terima kasih via YM kepada saya, karena dia terpaksa piket di kantor.
"Apa saja kado dibelikan untuk Uli, lae?" kata James, adik ipar saya. "Banyak lae. Ada sepatu boot, baju, dan tas." Dia melanjutkan, "boot?" Jawabku lagi, "Iya, lae. Seperti sepatu artis gitu. Dia sendiri yang pilih."
"Mungkin Uli mau jadi arti kali hahahah..." Kutimpali, "Biarlah lae, kehendak Tuhan terjadilah. Saya tidak mau menentukan atau bercita macam-macam tentang anak. Takutnya nanti malah beban. Saya akan mencoba mengikuti bakatnya saja, sambil mengarahkan ke mana baiknya. Kalau ternyata bakatnya ke situ, ya kita ikuti saja." "Setuju. Kalau mau memang tinggal mengarahkan dari awal," usul James.
Selamat Ulang Tahun boruku, Uli. Semoga panjang umur, tambah rezeki melalui bapak-mama, tumbuh kembang fisik, mental, cinta kasih kepada sesama, pencipta dan makhluk lain. Semoga bapak dan mama kelak dapat menopang engkau meraih cita-cita.
Saya tersenyum kecut, sedikit miris mendengar celoteh Uli. "Kenapa boru, bajunya kemahalan? Oo... Nanti bapak beli ya," kataku sembari mengusap rambutnya. Senyum karena anakku mengerti tentang banyak hal, termasuk kemahalan, kecut hati karena anak sekecil dia sudah tahu kalau ayah-bundanya tak punya uang cukup sekadar membeli baju. Tapi, sudahalahhhh... Pesan pak haji mesti lebih banyak bersyukur, bersyukur dan bersyukur
Kamis sore itu, saya sudah pulang. Uli tampak senang. "Eh, bapak, udah pulang," katanya. Lazimnya, saya pergi pagi, pulang larut malam. Anak-anak sudah tertidur pulas, setiap saya tiba di rumah. Besoknya, bertepatan dengan Lebaran kaum Muhammadiyah, 12 Oktober, Uli genap tiga tahun. Karena itu, sehari sebelumnya, istri saya titipi uang seadanya untuk membeli kado ala kadarnya untuk putri kami. Syukur, tante, tulang dan ompungnya ternyata menyumbang. Ada yang membelikan sendiri, ada juga yang menitip uang ke ibunya anak-anak. Dorthy, adiknya, ditinggal di rumah.
Kamis siang, Uli beserta ibu dan tantenya belanja ke Carrefour ITC Depok. Uli sudah sangat lincah mengucapkan nama pusat perbelanjaan ini sejak satu tahun lalu, ketika kami pun masih di Bandung. Siang itu, ibunya sengaja membawa Uli dan memintanya memilih beberapa pakaian, sepatu dan tas. Cara itu sengaja dilakukan, karena kalo pakaian atau sepatu tidak cocok menurut seleranya, sumpritttttt, Uli tidak akan sudi mengenakan."
Jadilah, Uli asal comot barang-barang sesuai selera. Belakangan saya mendapat cerita dari ibunya, ada pakaian pilihan Uli berharga ratusan ribu, tidak jadi dibeli karena kemahalan. Sedangkan yang lain, sepatu boot pink, tas "sisapi Benny" menirukan nama sapi dalam film kartun anak-anak, lalu dua pasang kemeja diambil ibunya, tetapi kepada Uli disebut kemahalan dan tidak jadi dibeli untuk memberi surprise saat Ultah.
Jumat pagi hingga menjelang sore, Uli sudah sibuk sendiri. Berkali-kali dia menanyakan ibunya, apakah teman-temannya sudah diundang. Bahkan saya sengaja ditelepon melalui HP, hanya mau menandaskan supaya membelikan kue ulang tahun.
Jumat malam, kami rayakan Ultah dengan sangat sederhana. Roti tart brownis mini, karena semula diduga tidak ada yang minat makan. Tanpa teman-temannya. Tiga kali Ultah Uli selalu bertepatan dengan ramadhan, namun yang ketiga lebih tidak tepat, karena temen-temannya sudah mudik semua. Dia sempat sedih karena tak seorang pun temannya yang datang, namun terhibur oleh sepatu boot dan hadiah-hadiah yang diberikan.
Tulang bungsunya pun hanya mengucapakan terima kasih via YM kepada saya, karena dia terpaksa piket di kantor.
"Apa saja kado dibelikan untuk Uli, lae?" kata James, adik ipar saya. "Banyak lae. Ada sepatu boot, baju, dan tas." Dia melanjutkan, "boot?" Jawabku lagi, "Iya, lae. Seperti sepatu artis gitu. Dia sendiri yang pilih."
"Mungkin Uli mau jadi arti kali hahahah..." Kutimpali, "Biarlah lae, kehendak Tuhan terjadilah. Saya tidak mau menentukan atau bercita macam-macam tentang anak. Takutnya nanti malah beban. Saya akan mencoba mengikuti bakatnya saja, sambil mengarahkan ke mana baiknya. Kalau ternyata bakatnya ke situ, ya kita ikuti saja." "Setuju. Kalau mau memang tinggal mengarahkan dari awal," usul James.
Selamat Ulang Tahun boruku, Uli. Semoga panjang umur, tambah rezeki melalui bapak-mama, tumbuh kembang fisik, mental, cinta kasih kepada sesama, pencipta dan makhluk lain. Semoga bapak dan mama kelak dapat menopang engkau meraih cita-cita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar