Kamis, 05 Juni 2008

KORAN LOKAL BEREBUT KUE OTONOMI DAERAH


Oleh Domu Damians Ambarita
A. PERS DARI MASA KE MASA

Kolonial: Komunikasi Antarpenjajah

1676: Kort Bericht Eropa (berita singkat dari Eropa), memuat berita perkembangan terkini dari Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Denmark dicetak di Batavia.
{Dr De Haan dalam buku "Oud Batavia" (G. Kolf Batavia 1923)}

1744: Bataviasche Nouvelles memuat berita tentang acara resepsi pejabat, pengumuman kedatangan kapal, stok barang dagangan, atau berita dukacita.

Masa Perjuangan: Kemerdekaan 1903: Surat kabar pertama yang dikelola pribumi di Bandung, Medan Prijaji .
- Pemerintah Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra).
- Pemimpin redaksinya R M Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan aspirasi masyarakat.
- Dia boleh dikata merupakan bangsa kita yang memelopori kebebasan.
- Lahirnya Kebangkitan Nasional
- Mengumandang Sumpah Pemuda
- Terbitnya kebebasan, Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Soekarno (17 Agustus 1945 – 12 Maret 1967)
- Di awal pemerintahannya menjanjikan keterbukaan pers, berbeda dari zaman kolonialDalam perjalanannya, pers berhadapan dengan rezim penguasa: revolusi belum selesai.
- Kritik pedas dianggap berseberangan dengan revolusi, dan dicap kontra revolusioner.
- Tahun 1954, Persbreidel Ordonantie dihapus, tapi SOB (Staat van Oorlog en Beleg)
- SOB peninggalan penjajah berisi pasal pasal karet untuk mengontrol pers
- Belum berusia lima tahun pemerintahan, lebih dari 10 suratkabar dibredel seperti Pedoman, Bintang Timur, dan Indonesia Raya.
- Tekanan politik semakin besar ketika Demokrasi Terpimpin
- Pers harus berada dalam landas pacu sosialisme, atau dianggap musuh revolusi.
- Pers pada akhirnya tak lebih dari alat propaganda negara untuk keperluan penyebar luasan manifestasi politik rezim penguasa dalam menyikapi perang dingin.
Soeharto (12 Maret 1967 – 21 Mei 1998)
- Deppen, Laksus & Kokamtib lembaga superbody, hantu pencabut nyawa pers Bredel senjata ampuh mengerangkeng pers dan wartawan11 kali membredel 33 penerbitan
- Merumuskan sistem pers Indonesia yakni Pers Pancasila.
- Pers menjadi corong pemerintahCampur tangan birokrasi dan militer sangat jauh ke dapur redaksi
- Hanya mengeluarkan 241 perizinan selama 32 tahun berkuasaaDalam 28 tahun, hanya satu organisasi wartawan, PWI. (Deklarasi Sirna Galih, AJI, 7 Agustus 1994 atas pembredelan Tempo, Detik, dan Editor).

BJ Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
- Pemicu pembredelan Tempo (ketika menjabat Wapres)Era Reformasi tibaEuforia sosial & politik
- Membuka celah kebebasan pers dengan menerbitkan UU Pers No 40 tahu 1999
- Pers mulai bebas dan terbuka.
- Permenpen No 01/1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), dicabut pada 5 Juni 1998
- Setahun kemudian diberlakukan UU No.40/1999 tentang Pers September 1999.
- Lebih dari 1.600 SIUPP baru dikeluarkan Mei 1998-Agustus 1999

Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
- Giliran Deppen yang dibredel, Oktober 1999
- Pembubaran Deppen menandai hilangnya kontrol negara terhadap pers
- Selanjutnya kontrol pers beralih ke tangan masyarakat
- Presiden menghilangkan birokrasi terhadap wartawan di istana
- Jumpa pers setiap Jumat
- Kebebasan pers banyak dikecam “kelewat batas” dan chaotic. Lalu KEWI disepakati dan ditandatangani wakil dari 26 organisasi wartawan
- Jawa Pos diduduki massa Banser NU 6 Mei 2000. SCTV dipaksa FPI menghentikan penayangan opera sabun, Esmeralda, 4 Mei 2000.
- Kembalinya media partisan, antara lain Amanat milik PAN, Duta Masyarakat (PKB), Demokrat (PDI-P), Abadi (PBB) dan Siaga (Golkar).

Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004) - Di awal berkuasa malau-malu dan tertutup di muka pers
- Pers tak terkontrol, kebablasan
- Di akhir kekuasaan, saat Kampanye Pilpres 2004 merasa ditinggalkan dan dianaktirikan pers
Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 – ...)
- Kritik pers terhadap pemerintah tetap menguat
- Presiden dinilai banyak mengingkari janji kampanye
- Presiden dinilai Tebar Pesona
- Pemerintahan SBY-Kalla tidak coba mengurangi kebebasan pers, misalnya meminta pers secara cermat dan adil memberitakan kebijakan pemerintah dan mengumpulkan para pemimpin redakti dan pemilik media massa

B. PERUBAHAN SUDAH DATANG
John Naisbitt: Global Paradox (tahun 1994) - "Dalam jaringan ekonomi global abad ke-21, teknologi informasi akan menjadi motor perubahan seperti dahsyatnya perubahan yang diusung mekaniasi dalam era industri"

- Digitalisasi akan membuat komunikasi serba real time… persoalan bisnis yang lazimnya baru dapat diselesaikan setelah berbulan-bulan, ke depan akan segera dapat diselesaikan bersama pihak-pihak terkait berdasarkan data base yang ada, dan segera disebar ke internet

- Ekonomi dunia memang akan lebih beasr, tetapi hanya sekelompok orang kecil yang akan berkuasa penuh

John Naisbitt: Mind Set! Reset Your Thingking and See the Future (2006)
Tentang perubahan: Resistensi terhadap perubahan berhenti jika ada manfaat nyata. Jelasnya, orang ingin maju biasanya tak menolak perubahan karena tidak tahan terhadap perubahan tapi karena melihat perubahan itu menawarkan manfaat

Tentang Teknologi:
Jangan lupakan ekologi teknologi. Sebab kemajuan di bidang teknologi seringkali membawa konsekuensi yang tak terelakkan. Menurut naisbitt, budaya visual akan mengambil alih dunia. Pengambilalihan itu digambarkan dengan kematian novel (setelah diadaptasi jadi film), kematian koran (diganti tv atau internet) dan kematian iklan baris.

C. OTONOMI DAERAH
- Desentralisasi pemerintahan hanya 6 Departemen yang kewenangannya masih ada di Jakarta (walaupun menurut Sultan, masih ada 29 depertemen yang dananya dikelola ’kasir’ di Jakarta)
- Demam kebebasan dirayakan masyarakat dengan memunculkan partai-partai politik baru, termasuk partai politik lokal
- ’Cinta’ daerah diiukiti sentimen kedaerahan semakin kentalPemilu legislatif menganut sistem proporsional dengan daftar calon terbuka: memungkinkan berkampanye sendiri-sendiri
- Muncul raja-raja baru di pulau kecil: Gubernur, Bupati, Walikota
- Banyak pemimpin berlatarbelakang dari pegusaha
- Calon perseorangan boleh maju dalam Pilkada
- Semua ini menambah belanja domestik, termasuk untuk iklan di media massa

D. MEDIA CETAK, TV DAN WEBSITE

1. Koran
- Secara nasional oplah produk pers masih rendah, yakni 17,374 juta eksemplar (6,026 juta eksemplar harian), rasio 1:38, sedangkan standar UNESCO 1:10. Rasio pembaca koran di Malaysia 1:20, Singapura 1:8, di Jepang satu orang membaca 3- 4 koran atau 3:1.

- Direktor Eksekutif Serikat Penerbit Surat Kabar Pusat (SPS) Asmono Wikan (Kompas, 5/12/2007) mengatakan jumlah terbitan secara nasional stagnan pada angka 17 juta eksemplar, khusus surat kabar turun oplah sekitar 1 juta eksemplar. Penambahan terjadi pada majalah-majalah franchise.

- Abdullah Alamudi dari Dewan Pers mengatakan, jumlah perusahaan media cetak data 31 Januari 2008, ada 829 perusahaan, dan hanya 30 persen yang sehat bisnis. Sisanya, separuh sakit parah dan lainnya menunggu ajal (data 31 januari 2008).

- Harga kertas koran naik., 1 April naik lagi menjadi Rp 8.000/kg (termasuk PPN)Penerbit koran menyubsidi pembaca, tetapi karena harga kertas dan bahan baku cetak terus naik, biaya produksi menjadi mahal.

- Menaikkan harga langganan 10 persen, mengakibatkan penurunan oplah lebih dari 10 persen. ”Jika 10 tahun lalu kita mengatakan penurunan oplah akan recover (pulih) kurang lebih satu bulan, saat ini membutuhkan waktu lebih dari satu tahun. Itu sebabnya, rekan-rekan penerbit koran tidak mudah menaikkan harga langganan,” kata CEO Kompas Gramedia/Wakil Pemimpin Umum Kompas, Agung Adiprasetyo.

- Pelanggan koran sebenarnya hanya membayar 16 halaman kertas kosong, belum membayar cetak, ongkos kirim, belum uang makan karyawanMulai muncul koran elektronik (electronik news paper) dengan lembaran plastik

2. TV - Budaya membaca bergeser ke budaya menonton televisi

- Tontonan televisi dianggap lebih menarik karena disajikan dalam bentuk gambar bergerak, sementara surat kabar lebih banyak menampilkan kata-kata yang harus dibaca jika ingin mengetahui isinya.

- 2006: Stasiun televisi yang mengajukan perizinan sebanyak 46 . Siaran televisi berbayar ada 17 perusahaan mengajukan izin, 3 di antaranya sudah diberi izin

- 2007: Tahun Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menerima pengajuan surat permohonan izin siaran dari 158 stasiun televisi

- Tayangan tanpa parabola dan langganan, lintas benua yakni tv streaming

3. WEBSITE/ INTERNET
Prof Thomas Patterson dari Shorenstein Center on the Press, Harvard University, mengatakan penggunaan online makin meningkat, dan seiring itu, audiens media lama menurun.

- Kurun waktu April 2006-April 2007, oplah koran turun tiga persen sedangkan siaran berita kehilangan sejuta pemirsanya. Jumlah orang yang menggunakan Internet untuk sumber berita telah meningkat, bahkan dalam beberapa kasus, terlihat jelas.

- Digg.com, yang pengunjungnya memilih isi situs, pada April 2006 dibuka dua juta pengunjung, setahun kemudian, jumlah pengunjungnya 15 juta.Berita online rata-rata mengalami pertumbuhan pengunjung sebanyak 14 persen sedangkan pengunjung blog rata-rata bertambah enam persen.

- Situs Google, Yahoo, AOL dan MSN, setiap bulan dibuka 100 juta pengunjung, jauh di atas pengunjung situs web jaringan televisi besar yang hanya 7,4 juta per bulan.

- Situs web harian kondang seperti New York Times dan Washington Post, rata-rata dikunjungi 8,5 juta pengunjung setiap bulannya.

- Namun, situs koran lokal mengalami penurunan atau tidak bertambah pengunjungnya, padahal mereka tadinya adalah pembaca edisi cetak.

- Sejak 1995: Demam internet di Indonesia Kehadiran Apakabar, mailing-list yang dikelola John McDougall dari Amerika.

- Melalui Apakabar berbagai pandangan disebarkan, dari yang paling radikal hingga puritan, dari aktivis pro-demokrasi sampai aparat intel-militer. Selain berisi polemik berbagai pendapat dan pandangan, Apakabar juga menyebarkan informasi dari media massa, dalam dan luar negeri, yang berkaitan dengan situasi terbaru di Indonesia. Sensor yang menjadi kebiasaan rezim Soeharto, tidak bisa diterapkan di internet.

- Teknologi multimedia (website, 3G ponsel, game, dll), berkembang pesat, sebagai sumber informasi alternatifSitus portal menjamur, semua Koran punya portal, bahkan banyak portal baru Tren citizenship journalism: blog, frienster, facebook, website komersial, kamera tangan, PDA, Blackberry/3G, VoIP-Wi-Fi

E. KORAN LOKAL VS KORAN NASIONAL - Dulu ada fatsoen, koran nasional tidak boleh menerbitan koran lokal, bila sudah ada koran di kota itu.

- Sekarang iklim bisnis surat kabar bersaign ketatKoran nasional kini berhadap-hadapan dengan koran lokal. Koran lokal harus memeras otak agar tidak terjebak dalam persaingan yang bisa menjatuhkan pasar yang telah lama direngkuh. Koran nasional disokong kapital besar, jejaring, strategi pemasaran, dan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi lebih baikSolusinya adalah, koran lokal bermitra dengan koran nasional, atau setidaknya membuka jaringan seluas-luasnya.

Peta Koran Lokal
1. Pikiran Rakyat (PR), Jabar-Banten
- Terus melakukan revitalisasi penerbitan surat kabar yang telah dimilikinya, yakni Galamedia, Mitra Bisnis, Galura, Mitra Dialog (Cirebon), Priangan (Tasikmalaya) dan Fajar Banten.

- Strategi lain PR ialah mengembangkan suplemen reguler. Koran ini menerbitkan 11 suplemen reguler yang memiliki jadwal terbit setiap pekan.
- Menggarap wilayah-wilayah potensial Jabodetabek, PR mengeluarkan suplemen khusus kawasan yakni Pakuan (Bogor, Cianjur dan Sukabumi) dan juga Purwasuka (Bekasi, Purwakarta, Karawang dan Subang).

2. Sumatera Ekspres, Palembang
- Strategi lain adalah dengan menerbitkan koran-koran kecil di kota-kota yang terbilang potensial dari sisi pembaca maupun pengiklannya. Konsolidasi dengan menerbitkan koran-koran kecil seperti Linggau, Prabumulih, dan Ogan Komering Ulu.

3. Banjarmasin Post, Kalsel – Kalteng
- Ketika reformasi bergulir, BPost melahirkan produk baru yakni Harian Metro Banjar membidik berita-berita kota dengan SES BC-CD, tabloid BeBas (remaja) dan tabloid Serambi Ummah (Islam)

- Bumper BPost dari sasaran langsung pesaingMemberi 'mainan baru' buat personel BPost sekaligus kaderisasi 4. Bali Post

- Konvergensi dengan TV dan ekspansi ke daerah-daerah lain seprti Bandung TV, Yogya Tv, dllMemelopori free newspaper seperti koran Bisnis Jakarta, Bisnis Bandung, Bisnis Surabaya, dan Bisnis Makasar walaupun dengan edisi terbatas

5. Jawa Pos - Mengembangkan koran baru Radar kota
- Akuisisi koran-koran lama yang sedang bermasalah
- Mebangun TV lokal seperti JTV, Riau TV, Paltv

6. Koran Edisi Regional - Seperti: KOMPAS edisi Jabar, Jateng-DIY, Jatim, Kalimantn, Sumbagut, dll
- Koran koran Persda Network memiliki 14 jaringan koran:
- Tribun Batam | http://www.tribunbatam.co.id
- Tribun Pekanbaru | http://www.tribunpekanbaru.com
- Tribun Jabar | http://www.tribunjabar.co.id
- Tribun Kaltim | http://www.tribunkaltim.com
- Tribun Timur | http://tribun timur.com
- Tribun Pontianak (segera launching)
- Sriwijaya Post | http://www.sripo online.com
- Bangka Pos | http://www.bangkapos.com
- Pos Kupang | http://www.indomedia.com/poskup
- Banjarmasin Post | http://www.banjarmasinpost.co.id
- Serambi Indonesia | http://www.serambinews.com

7. Media Nusantara Citra (MNC)
Sindo dengan grup RCTI, TPI, Global Tv, Indovision, Radio Trijaya, Okezone.com

F. IDEALISME, OPLAH & IKLAN 1. Narasumber, & Pengiklan
- Pers mirip sebuah bank. Erat hubungannya dengan kredibilitas di mata publik. Jika kredibel tinggi, beritanya dapat dipercaya, akurat, berimbang tidak sekadar berita bombastis. Maka media itu akan memiliki banyak pembaca.

- Ada yang ’sangat intim’ dengan mitra seperti narasumber dan pemasang iklan

- Persda Network memilih Friendly Newsaper; Kredibel dan Independen

- Maika Randini, Business Development Manager Nielsen Media Research Indonesia mengatakan belanja iklan 2007 mencapai Rp 35,1 triliun, naik 17 persen dibandingkan sebelumnya, Rp 30 triliun.

- Belanja iklan mencakup 82 koran, 19 stasiun televisi, dan 127 majalah dan tabloidBelanja iklan masuk ke televisi mencapai 66 persen, koran 30 persen, dan majalah serta tabloid 4 persen.

- Lonjakan pertumbuhan koran pemasukan iklannya naik 31%, televisi hanya 12% dan majalah 10%. Rinciannya, belanja iklan TV tahun 2007 Rp 23,12 trilun, atau meningkat 13% Dibandingkan dengan belanja iklan pada jenis media lain, persentase belanja iklan untuk media TV justru merosot, dari 69% (2006) menjadi 66% (2007). (Sumber Indonesia)

- Pemasang iklan pada tahun lalu didominasi perusahaan telekomunikasi yang mengeluarkan biaya iklan Rp 2,7 triliun, naik 40% Pemerintah dan organisasi politik belanja iklannya mencapai Rp 1,3 triliun, melonjak 74% dari Rp 751 jutaPosisi ketiga diisi berbagai organisasi untuk menyosialisasikan kegiatan corporate social responsibility (CSR) dan aktivitas sosialnya senilai Rp 1,3 triliun.

2. Belanja Iklan Politik Meningkat (KOMPAS.com, Jumat, 25 April 2008)

- Belanja iklan parpol masa kampanye Pemilu 2009 diyakini melonjak dibandingkan Pemilu 2004. Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) RTS Masli, mengatakan, lonjakan belanja iklan menjelang Pemilu 2009 didorong pengalaman parpol pada kampanye menjelang Pemilu 2004. Partai- partai yang paling banyak beriklan mendapatkan suara terbanyak dalam pemilihan anggota legislatif.

- Survei Nielsen Media Research menunjukkan, selama kampanye Pemilu 2004, belanja iklan PDIP senilai Rp 39,25 miliar, sedangkan Partai Golkar Rp 21,75 miliar. Total belanja iklan kampanye Pemilu 2004 Rp 3 triliun, melonjak 10 kali lipat dibandingkan realisasi belanja iklan Pemilu 1999.

- Belanja iklan pada masa kampanye Pemilu 1999 diperkirakan Rp 35,69 miliar.Lonjakan belanja iklan Pemilu 2009 akan dipicu masa kampanye yang jauh lebih panjang (9 bulan, dari 8 Juli 2008 sampai 1 April 2009) dibandingkan dengan masa kampanye pada pemilu sebelumnya.

- Chairman and World President International Advertising Association (IAA) Indra Abidin mengatakan, iklan untuk kepentingan kampanye pilkada, pemilu legislatif, dan pemilihan presiden merupakan lahan baru bagi perusahaan periklanan.

- Saat ini perusahaan periklanan sedang mengkaji jenis iklan politik sebagai produk baru yang digarapMenurut Indra, pemanfaatan iklan dalam masa kampanye juga akan lebih efektif dan aman bagi masyarakat dibandingkan dengan pengerahan massa.

3. Iklan Media Lokal Diprediksi Melonjak
TEMPO Interaktif, 3 Januari 2008

- Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) memprediksi iklan media lokal tahun ini meningkat tajam.

- Penggunaan media lokal dinilai lebih cocok untuk menyentuh pasar sesuai dengan karakter daerah.

- Sekretaris Jenderal PPPI, Irfan Ramli, menuturkan produsen pengguna jasa layanan biro iklan membidik peluang periklanan di daerah. “Pengusaha berpandangan lebih baik fokus pada daerah yang penjualannya masih kurang,” kata Irfan.

- Apalagi ongkos iklan di media nasional tak sebanding dengan kemampuan media menggaet konsumen di daerah tertentu. Tapi Irfan tak bisa memastikan besaran peningkatan penggunaan media lokal sebagai sarana iklan. Ia mengingatkan, potensi peningkatan iklan lewat media lokal sangat bergantung pada kemampuan media itu menyediakan konten yang menarik pasar. Itu sebabnya, media lokal tetap dituntut kreatif untuk menggaet pengiklan.

- Hasil penelitian AGB Nielsen, (Januari-Juni 2007) di 10 kota besar menunjukkan peningkatan iklan di televisi lokal. Sepuluh kota itu adalah Jakarta, Bandung, Denpasar, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, Palembang, dan Banjarmasin. Kecuali televisi lokal di Bali (Bali TV), rata-rata televisi lokal lainnya naik perolehan iklannya. Jaktv yang semula hanya 29.964 menjadi 35.447 kali tayang, Bandung TV dari 11.019 menjadi 14.704 kali tayang.

- Adapun Cakra (Banten) dari 5.807 menjadi 11.572, Jtv (Surabaya) 35.092 menjadi 39.987 kali tayang, Yogyakarta dari 18.486 menjadi 25.167. Sedangkan Bali TV semula 36.225 turun menjadi 32.428 kali tayang. Direktur Jogja-TV, Dewa Made Budi, mengungkapkan pendapatan iklan di stasiunnya naik 18,5 persen tahun lalu, jika dibandingkan 2006 yang Rp 1,34 miliar.

- Setengahnya pesanan dari Jakarta. “Iklan nasional meningkat seiring kepercayaan pengiklan bahwa televisi lokal sanggup memasarkan,” katanya kepada Tempo. Jogja-TV mentargetkan tahun depan pendapatan iklan naik 30-40 persen. Namun, porsi iklan nasional di Bandung-TV tak beranjak dari 15 persen. Meski secara keseluruhan pendapatan iklan meningkat 40 persen.

G. TIPIKAL WARTAWAN EKONOMI - Pengalaman pada media market leader (Banjarmasin Post) dan new comer (Metro Bandung/Tribun Jabar)

- Tidak mudah menembus akses. Istilah-istilah asing dan baru, angka dan data, harga

- Sence of business filling rendah vs euphoria demokrasi tinggi

- Wartawan politik lebih mudah, talking news, politisi lebih ember Kritik sosial (social control) haram hukumnya pada rubrik ekonomi,

- Menjaga Kredibilitas dan integritas
- Friendly newspaper, friendly people
- Memiliki Kredibel
- Menjaga integritas
- Katakan No amplop.
- Katakan dengan tegas dan jelas kepada narasumber, bahwa tujuan anda mencari berita, bukan tujuan materi atau uang
- Bina kontak dengan narasumber, dengan memberi SMS, email atau menelpon secara konsisten untuk menjaga relasi

H. KESIMPULAN - Budaya baca masyarakat berubah menjadi gemar menonton

- Tayangan tv lebih colorfull dan bergerak, sedangkan koran lebih banyak teks

- Koran nasional (bersaing dengan tv, radio, sehingga agak kelimpunganSolusi adalah koran regional: proximity, ikatan emosional, dan pengiklan

- Otonomi daerah: Pilkada, PAD, dan Pemilu Legislatif yang memungkinkan orang per orang maju berkampanye sendiri-sendiri, juga majunya calon perseorangan

- Menonon tv dan mendengar radio dapat sambil lalu, tetap menekuni pekerjaan

- Sedangkan membaca koran, perlu konsentrasi dan meninggalkan pekerjaan lain (kecuali makan dan di toilet)Isi dan berita tv/situs Internet lebih ringkas, tidak bertele-tele dibandingkan koran

Oleh Domu Damians Ambarita Wakil Kepala Biro Redaksi Persda Jakarta

Tidak ada komentar: