Sabtu, 03 Januari 2009

Suvenir Tanaman Hias Mulai Diminati


Pengembangbiakan tanaman dengan sistem kultur jaringan atau kloning.


* Aglaonema, Anthurium Hingga Jati Emas

Jakarta,
Tandamata atau suvenir merupakan hal biasa yang ditemukan pada pelbagai acara, seperti pernikahan. Ada suvenir berupa kipas tangan paduan bahan bambu dan kain lukis, ada pula berbahan keramik, gantungan kunci dan sebagainya. Ketika semaraknya tanaman hias saat ini, sebagian masyarakat yang menggelar hajatan mulai memesan tanam sebagai suvenir.

Tanda-tanda mulai diminatinya suvenir tanaman pada saat perkawinan dikemukakan Antonius Karjono, pegiat pemngembangbiakan tanaman dengan sistem kultur jaringan di Jatibening, Bekasi, Jawa Barat.

Karjono, laki-laki kelahiran Yogyakarta 60 tahun silam ini mengatakan, selain karena penggemar tanaman hias terus berkembang, pencanangan pemerintah pada program penanaman pohon untuk menjaga kelestarian lingkungan menghadapi pemanasan global (global warming) pun turut mendorong meningkatkan permintaan suvenir tanaman. Permintaan suvenir tanaman hias biasa dilakukan saat pernikahan, sedangkan suvenir tanaman keras biasa dilakukan pada acara pemerintah seperti seminar atau lokakarya.

Layaknya suvenir, tanaman dikemas apik, sehingga tidak merepotkan para tamu. Ada suvenir tanaman hias yang sedang digemari seperti Aglaonema, dan Anthurium. Tersedia pula tanaman buah-buahan hingga tanaman keras.

Bibit tanaman yang tumbuh dalam pot kecil dimasukkan lagi ke dalam kotak kertas. Kertak dilobangi segi empat dan dilapisi plastik bening, memungkinkan tetamu dapat memandangi indahnya tanaman hias sedari awal.

"Kami melayani sesuai permintaan. Agar persediaan terjamin, dimohon memesan tiga sampai empat bulan sebelum pemakaian," ujar Karjono yang juga pemilik rumah makan Bebek Ginyo, dan The Jon's Burger di kawasan Tebet, Jakarta. Harga satu paket bervariasi, antara Rp 7.500 sampai Rp 15.000.

Dalam pengembangbiakan ini, Karjono bermitra dengan Ovarianto, sesama penggemar tanaman. Mereka membuka kebun pembibitan dengan sistem kultur jaringan atau kloning. Kloning merupakan teknik penggandaan gen yang menghasilkan turunan yang sama sifat baik dari segi hereditas maupun penampakannya. Dengan sistem ini, pemesan tidak perlu khawatir jumlah pesanannya takkan tercukupi karena lambatnya pembibitan.

Menurut Ovarianto, sistem kloning dapat melipatgandakan jumlah pembiakan dalam waktu singkat. Dia mencontohkan pembiakan tanaman Aglaonema secara alami, satu pohon, maksimal dibiakkan 10-12 tanaman dalam setahun. Sedangkan dengan sistem kloning, tidak terbatas.

Dia menjelaskan, cara kerja kloning tanaman adalah dimulai dengan menyediakan daun muda, tunas atau akar. Biang itu dimasukkan ke dalam medium berupa botol kaca bening yang telah disterilikan.

Botol terlebih dahulu diisi bahan pendukung seperti hormon, gula, vitamin berupa agar-agar, dan karbon aktif. Butuh waktu sebulan untuk menumbuhkan kalus atau bentolan atau bahan tunas dari daun. Dari sehelai daun muda kurang lebih seukuran penampang sendok makan akan menghasilkan 10 kalus. Kemudian secara berlipat ganda, masing-masing kalus dapat dikembangbiakkan lagi ke medium berbeda untuk mendapatkan 10 kalus lagi.

Dengan dua kali pembiakan kultur jaringan diperoleh 100 kalus (10 X 10), dan seterusnya dapat dilakukan sesuai kapasitas yang dikehendaki sehingga sehelai daun muda dapat menghasilkan satu juta tanaman baru dengan sistem kultur jaringan.

Semua tanaman dapat dikembangbiakkan dengan sistem kultur. Dari tanaman hias, buah-buahan hingga tanaman keras. Tanaman merambat, pohon besar, berakar tunggang, akar serabut termasuk pisang.

Pada kebun pembibitan di Jati Bening, Bekasi, Karjono membiakkan antara lain tanaman hias berdaun indah nan mahal. Antara lain Aglaonema, dan Anthurium. beragam jenis Aglaonema, dan Anthurium tersedia, misalnya Anthurium Naga, Sweety, Kirky. Tanaman lain seperti pisang cavendis, nanas, jagung, kedelai, sawit, tembakau, kayu eboni, kayu jati emas.

Menurut Ova, sistem kultur inilah yang dikembangkan peneliti pertanian Thailand, sehingga komoditas pertanian Thailand unggul dengan produk-produk berlabel buntut 'Bangkok'. Tanaman yang dikloning, pertumbuhannya dua kali lebih cepat dibandingkan dengan pembiakan konvensional. Kelebihan lainnya, tahan hama dan penyakit.

Dia membantah pendapat yang menyebut kualitas tanaman hasil kloning lebih buruk. Jati misalnya, ada anggapan pori-porinya lebih kasar dengan ukuran. Jati lokal, untuk mencapai ukuran sekitar 20 cm butuh waktu delapan tahun, sedangkan jati kloning hanya empat tahun. "Lalu orang membandingkan keduanya. Kalau mau yang betul, bandingkan dari segi umur, yakni jati hasil kultur dengan jati lokal yang sama-sama delapan tahun, kualitas pasti sama, tetapi ukuran jati kultur jauh lebih besar," ujarnya. (Persda Network/domu damianus ambarita)